PILIHAN PEMBUKUAN NPPN UNTUK UMKM DI TAHUN 2025

PILIHAN PEMBUKUAN NPPN UNTUK UMKM DI TAHUN 2025

Setelah 7 tahun beroperasi, pajak untuk UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia dapat bervariasi berdasarkan beberapa faktor, termasuk jenis usaha, pendapatan, dan kepatuhan pajak yang telah diterapkan. UMKM diharapkan memiliki catatan kepatuhan pajak yang baik, yang mencakup pelaporan pajak yang tepat waktu dan akurat serta pembayaran pajak yang terutang. Jika omzet UMKM telah mencapai batas tertentu, yakni Rp 4,8 miliar per tahun, mereka diwajibkan untuk mendaftar sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak). Sebagai PKP, UMKM harus menerbitkan faktur pajak dan melaporkan PPN serta PPh yang terutang.

Untuk pajak penghasilan (PPh), UMKM dapat dikenakan tarif PPh final sebesar 0,5% dari omzet jika pendapatan mereka tidak melebihi batas tertentu. Namun, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 230/PMK.03/2019, setelah 7 tahun beroperasi dan jika omzet meningkat di atas Rp 4,8 miliar, UMKM mungkin harus beralih ke pajak berdasarkan penghasilan yang lebih kompleks, yang memerlukan penghitungan yang lebih teliti. Dalam hal ini, UMKM akan dikenakan tarif PPh sesuai dengan ketentuan umum, di mana pajak dihitung berdasarkan penghasilan neto setelah dikurangi biaya-biaya yang diperbolehkan.

Selain itu, UMKM yang melakukan investasi dalam pengembangan usaha, seperti pelatihan karyawan atau pembelian peralatan, dapat berhak atas pengurangan pajak atau insentif lainnya, termasuk program supertax deduction. Penting juga bagi UMKM untuk mengevaluasi kinerja keuangan dan pajak mereka setelah 7 tahun beroperasi, karena ini akan membantu dalam perencanaan pajak dan mempersiapkan kemungkinan pertumbuhan di masa depan.

Pelaporan Pajak Untuk UMKM

Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) baru-baru ini mengumumkan kebijakan yang memberi pilihan metode pembayaran pajak bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Kebijakan ini merupakan langkah strategis untuk mempermudah UMKM dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka, yang sering kali menjadi tantangan bagi pelaku usaha kecil. 

Norma Penghitungan Penghasilan neto

Salah satu metode yang ditawarkan adalah norma penghitungan penghasilan neto (NPPN). Dalam metode ini, pajak dihitung berdasarkan omzet yang diperoleh oleh UMKM. Ditjen Pajak menetapkan persentase tertentu dari omzet sebagai dasar penghitungan pajak penghasilan (PPh). Pendekatan ini sangat menguntungkan bagi UMKM yang mungkin tidak memiliki sistem akuntansi yang kompleks atau sumber daya untuk melakukan pembukuan secara menyeluruh. Dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, pelaku usaha dapat lebih mudah merencanakan dan memenuhi kewajiban pajak mereka tanpa harus terjebak dalam rumus atau perhitungan yang rumit.

Metode ini tidak hanya mengurangi beban administrasi tetapi juga meningkatkan kepatuhan pajak, karena prosesnya yang lebih sederhana. UMKM bisa fokus pada pengembangan usaha mereka tanpa harus terlalu khawatir mengenai komplikasi perpajakan.

Pembukuan

Sebagai alternatif, UMKM juga dapat memilih metode pembukuan yang lebih formal. Dalam metode ini, pelaku usaha diwajibkan untuk mencatat semua transaksi, baik pendapatan maupun biaya, secara rinci. Pembukuan ini memungkinkan UMKM untuk menghitung penghasilan neto dengan lebih akurat dan memanfaatkan semua biaya yang dapat diklaim. Dengan cara ini, UMKM dapat mengurangi beban pajak mereka dengan cara yang sah, sehingga meningkatkan efisiensi pengelolaan keuangan.

Namun, penggunaan metode pembukuan memerlukan pemahaman yang lebih dalam tentang perpajakan dan tata cara pencatatan yang benar. Ini dapat menjadi tantangan bagi UMKM, terutama yang baru berdiri. Oleh karena itu, pelatihan atau bimbingan dari konsultan pajak atau lembaga penyuluhan akan sangat bermanfaat untuk membantu UMKM menguasai teknik pembukuan yang baik.

Kelebihan Pelaporan Dengan NPPN (Norma Penghitungan Penghasilan Neto)

Pelaporan pajak menggunakan NPPN (Norma Penghitungan Penghasilan Neto) menawarkan sejumlah kelebihan yang signifikan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Salah satu keunggulan utama dari NPPN adalah kesederhanaannya. Dalam sistem ini, UMKM tidak perlu melakukan pencatatan yang rumit, karena pajak dihitung berdasarkan omzet. Hal ini mengurangi beban administrasi yang sering kali menjadi kendala bagi pelaku usaha kecil, memungkinkan mereka untuk lebih fokus pada pengembangan dan pengelolaan bisnis mereka.

Selain itu, NPPN mempermudah proses perhitungan pajak. Ditjen Pajak menetapkan persentase tertentu dari omzet yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak penghasilan (PPh). Proses yang lebih cepat dan mudah ini mengurangi risiko kesalahan dalam perhitungan pajak yang dapat terjadi jika menggunakan metode pembukuan yang lebih kompleks. Dengan metode ini, pelaku usaha dapat lebih yakin bahwa perhitungan pajak mereka akurat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Penggunaan norma penghitungan juga dapat membantu mengurangi risiko audit dari pihak pajak. Dengan pelaporan yang dilakukan secara sederhana dan transparan, otoritas pajak mungkin lebih cenderung untuk menerima pelaporan dari UMKM tanpa melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Hal ini menciptakan iklim yang lebih aman bagi pelaku usaha, mengurangi kecemasan terkait kemungkinan pemeriksaan yang bisa mengganggu operasi bisnis.

Kelebihan lain dari NPPN adalah kemampuannya untuk meningkatkan kepatuhan pajak. Dengan sistem yang lebih mudah dan jelas, UMKM cenderung lebih patuh terhadap kewajiban perpajakan mereka. Kesederhanaan dalam pelaporan pajak ini mendorong pelaku usaha untuk lebih rutin dan tepat waktu dalam melaporkan pajak, yang pada akhirnya mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak.

Fleksibilitas juga menjadi poin penting dalam penggunaan NPPN. UMKM memiliki opsi untuk beralih ke metode pembukuan yang lebih formal jika mereka merasa mampu dan ingin mengoptimalkan pengurangan pajak yang mungkin mereka dapatkan. Ini memberikan keleluasaan bagi pelaku usaha untuk memilih metode yang paling sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan bisnis mereka.

Dengan pelaporan yang lebih sederhana, UMKM dapat mengurangi biaya administrasi terkait pengelolaan keuangan dan perpajakan. Hal ini sangat krusial bagi usaha kecil yang sering kali memiliki keterbatasan sumber daya. Terakhir, NPPN juga mendorong transparansi dalam laporan keuangan, memungkinkan UMKM untuk lebih mudah menunjukkan dan menjelaskan kewajiban perpajakan mereka kepada pihak ketiga, seperti investor atau bank, jika diperlukan.

Dengan berbagai kelebihan ini, NPPN menjadi pilihan yang menarik dan efektif bagi UMKM untuk memenuhi kewajiban perpajakan mereka, sekaligus mendukung pertumbuhan dan keberlanjutan bisnis di Indonesia.

Contoh Laporan Dengan NPPN

Contoh pelaporan pajak dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Sebuah usaha kecil bernama “Toko Sederhana” menjual barang dagangan dengan rincian sebagai berikut:

  • Omzet Penjualan: Rp 500.000.000 per tahun
  • Persentase NPPN yang Ditetapkan: 0,5% dari omzet

Langkah-langkah Pelaporan:

  • Menghitung Pajak Penghasilan (PPh):

      • Dengan menggunakan NPPN, pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan omzet dengan persentase yang telah ditetapkan.
      • Rumus: PPh=Omzet × Persentase
      • Persentase PPh =Omzet × Persentase
      • Perhitungan: PPh=Rp500.000.000×0,5%=Rp2.500.000
  • Menyusun Surat Pemberitahuan (SPT):

      • Toko Sederhana perlu mengisi SPT Tahunan PPh Badan atau PPh Orang Pribadi, tergantung pada status usaha.
      • Dalam SPT tersebut, mereka akan mencantumkan omzet dan pajak terutang yang sudah dihitung.
  • Mengisi Kolom yang Diperlukan:

      • Di dalam SPT, pada bagian yang relevan, Toko Sederhana akan mencantumkan:
        • Omzet: Rp 500.000.000
        • PPh Terutang: Rp 2.500.000
  • Mengajukan SPT:

      • Setelah semua data diisi dengan benar, Toko Sederhana akan menyerahkan SPT ke kantor pajak terdekat. Pengajuan ini bisa dilakukan secara online atau langsung.
  • Pembayaran Pajak:

    • Setelah SPT diajukan, Toko Sederhana wajib melakukan pembayaran pajak sebesar Rp 2.500.000 sesuai dengan tenggat waktu yang ditentukan oleh Ditjen Pajak.

Apakah Lebih Baik Pelaporan Dengan Pembukuan Atau NPPN?

Pemilihan antara pelaporan dengan pembukuan atau penghitungan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) tergantung pada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keputusan UMKM. Berikut adalah beberapa pertimbangan untuk masing-masing metode:

Pembukuan

Kelebihan:

  1. Akurasi Penghitungan: Pembukuan memungkinkan pencatatan semua transaksi dengan detail, sehingga memberikan gambaran yang lebih akurat tentang kinerja keuangan usaha.
  2. Pengurangan Pajak: Dengan pencatatan biaya yang tepat, UMKM dapat memanfaatkan semua pengeluaran yang dapat diklaim, sehingga potensi pengurangan pajak mungkin lebih besar.
  3. Analisis Keuangan: Pembukuan yang baik memungkinkan analisis yang lebih mendalam mengenai kesehatan keuangan bisnis, termasuk laba rugi dan arus kas.

Kekurangan:

  1. Kompleksitas: Membutuhkan pemahaman lebih mendalam tentang perpajakan dan pencatatan akuntansi, yang bisa menjadi beban bagi pemilik usaha kecil.
  2. Biaya Administrasi: Mungkin memerlukan perangkat lunak akuntansi atau jasa akuntan, yang dapat menambah biaya operasional.

 

Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)

Kelebihan:

  1. Sederhana: Proses pelaporan menjadi lebih mudah dan cepat karena tidak memerlukan pencatatan transaksi yang rumit.
  2. Mengurangi Risiko Kesalahan: Dengan metode yang lebih sederhana, risiko kesalahan dalam perhitungan pajak dapat diminimalkan.
  3. Kepatuhan yang Lebih Tinggi: Kemudahan dalam perhitungan dapat mendorong UMKM untuk lebih patuh terhadap kewajiban perpajakan.


Also, Read – DEFLASI PEREKONOMIAN DI INDONESIA

Kekurangan:

  1. Potensi Pajak yang Lebih Tinggi: Karena pajak dihitung berdasarkan omzet, ada kemungkinan pajak yang terutang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pembukuan yang lebih rinci.
  2. Keterbatasan dalam Pengurangan: Metode ini mungkin tidak memungkinkan untuk mengklaim semua biaya yang relevan, sehingga potensi pengurangan pajak bisa lebih rendah.

Dengan memahami kelebihan dan kekurangan untuk masing masing pelaporan, bisa kita pahami sendiri mana yang lebih baik untuk perusahaan atau bisnis yang kita kembangkan.

 

author avatar
Sapitri
I have experience working in the health sector as a medical equipment regulator, in the tax sector as a tax consultant, and in the administration sector as head of company administration.

Table of Contents

Tinggalkan Balasan