PT Perorangan adalah jenis perusahaan yang didirikan oleh satu orang sebagai pemilik tunggal dan bertanggung jawab penuh terhadap seluruh kegiatan perusahaan. Konsep ini diperkenalkan di Indonesia melalui Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang mengatur pembentukan Perseroan Terbatas (PT) Perseorangan. Sebelumnya, menurut hukum yang berlaku, pendirian PT mengharuskan adanya minimal dua orang pendiri. Namun, dengan adanya aturan baru ini, individu yang ingin mendirikan usaha berbentuk PT tidak lagi perlu mencari mitra atau pendiri lainnya. Sebagai pemilik tunggal, individu tersebut bertindak sebagai pemegang saham sekaligus pengelola perusahaan, yang dapat memudahkan proses pendirian dan pengelolaan usaha bagi wirausahawan, terutama untuk usaha mikro dan kecil.
Perbedaan mendasar antara PT Perorangan dan PT pada umumnya terletak pada jumlah pendiri dan struktur kepemilikan. PT pada umumnya membutuhkan dua orang atau lebih sebagai pendiri yang kemudian membentuk badan hukum perusahaan dengan pembagian saham. Sebaliknya, PT Perorangan hanya membutuhkan satu orang sebagai pendiri dan pemegang saham sekaligus pengelola. Meskipun demikian, PT Perorangan tetap mengadopsi struktur badan hukum terpisah yang memungkinkan pemilik untuk membatasi tanggung jawab pribadi terhadap utang perusahaan, sebuah keuntungan besar dibandingkan dengan bentuk usaha perseorangan yang tidak memiliki pembatasan tanggung jawab tersebut.
Dengan adanya PT Perorangan, pengusaha individu mendapatkan kemudahan dalam menjalankan usaha dengan lebih fleksibel, terutama dalam hal pembiayaan, kewajiban hukum, dan perlindungan aset pribadi. Namun, meskipun didirikan oleh satu orang, PT Perorangan tetap harus memenuhi kewajiban administrasi dan perpajakan yang berlaku, seperti halnya PT dengan banyak pemegang saham. Dengan demikian, PT Perorangan menjadi alternatif yang sangat menarik bagi pengusaha kecil yang ingin memperluas usahanya namun tetap ingin menjaga kontrol penuh terhadap perusahaan.
Kewajiban Pajak Untuk PT Perorangan
Pada PT perorangang terdapat tiga pajak yang harus diperhatikan dalam pelaksanaannya.
-
Pajak Penghasilan (PPh) Badan
PT Perorangan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh perusahaan. Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, tarif yang berlaku saat ini adalah 22% dari laba bersih perusahaan. Tarif ini berlaku untuk seluruh perusahaan, termasuk PT Perorangan, yang meskipun memiliki satu pemilik, tetap wajib memenuhi kewajiban perpajakan terkait laba yang diperoleh.
-
PPh Pasal 21 (Karyawan)
Jika PT Perorangan mempekerjakan karyawan, perusahaan wajib memotong dan menyetor PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh karyawan. Pajak ini dikenakan pada penghasilan karyawan, yang meliputi gaji, upah, atau honorarium. Pemotongan dan penyetoran pajak ini dilakukan oleh PT Perorangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta dilaporkan kepada pihak yang berwenang, seperti Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini sesuai dengan Pasal 21 Undang-Undang No. 36 Tahun 2008, yang mengatur kewajiban pengusaha untuk memotong dan menyetor PPh Pasal 21.
-
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PT Perorangan yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib memungut dan menyetor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang atau jasa yang diserahkan kepada pelanggan. Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM), PT Perorangan yang memenuhi kriteria sebagai PKP harus mengenakan PPN sebesar 11% sesuai dengan peraturan terbaru dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Sebagai PKP, perusahaan juga diwajibkan untuk membuat Faktur Pajak untuk setiap transaksi yang dikenakan PPN, dan menyetor pajak yang telah dipungut ke kas negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
PT Perorangan Yang Berbentuk Umkm (Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah)
Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang berbentuk PT Perorangan, terdapat kemudahan dalam pengaturan pajak yang dapat meringankan beban administrasi perpajakan. Salah satu kemudahan tersebut adalah penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Final yang berlaku khusus untuk UMKM dengan omzet tertentu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018, UMKM yang memiliki omzet tahunan hingga Rp 4,8 miliar dapat menikmati tarif PPh Final sebesar 0,5%. Hal ini tentu menjadi keuntungan besar bagi pemilik usaha kecil, karena tarif pajak yang lebih rendah dan sistem perhitungan yang lebih sederhana.
Dengan adanya PPh Final ini, UMKM tidak perlu lagi menghitung pajak berdasarkan tarif progresif yang lebih kompleks. Mereka cukup membayar 0,5% dari omzet setiap tahunnya, tanpa perlu memperhitungkan penghasilan bersih atau pengeluaran yang ada. Kemudahan ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pajak di kalangan pelaku UMKM, serta mendorong mereka agar lebih terdorong untuk terdaftar sebagai wajib pajak. Selain itu, proses pelaporan pajak menjadi lebih mudah dan cepat, mengingat UMKM tidak perlu lagi mempersiapkan pembukuan yang rumit atau laporan keuangan yang kompleks.
Pengenaan tarif PPh Final ini juga memberikan keuntungan berupa pembebasan kewajiban perpajakan lainnya, seperti pajak penghasilan dengan tarif progresif yang lebih tinggi. Hal ini membuat UMKM, terutama yang berbentuk PT Perorangan, memiliki beban pajak yang lebih ringan dan memungkinkan mereka untuk fokus pada pengembangan usaha dan peningkatan omzet. Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap dapat mendorong pertumbuhan sektor UMKM, yang merupakan pilar utama perekonomian Indonesia, untuk semakin berkembang dengan lebih efisien dan produktif.
Kewajiban Administrasi Pajak untuk PT Perorangan
Sebagai entitas yang terdaftar secara sah di sistem perpajakan, PT Perorangan memiliki sejumlah kewajiban administrasi pajak yang harus dipenuhi. Salah satu kewajiban utama adalah pembukuan yang mencatat seluruh transaksi usaha. Pembukuan ini sangat penting untuk memastikan transparansi dan akurasi dalam laporan keuangan, serta sebagai dasar perhitungan pajak yang benar. Setiap transaksi yang terjadi, baik itu penerimaan maupun pengeluaran, harus tercatat dengan jelas. Selain itu, PT Perorangan wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan untuk PPh Badan dan PPN, serta SPT masa untuk PPh Pasal 21 jika ada karyawan. Penyampaian SPT ini harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak agar perusahaan tetap memenuhi kewajiban perpajakannya secara tepat waktu dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Selain pembukuan dan pelaporan SPT, PT Perorangan yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) juga diwajibkan untuk membuat faktur pajak. Faktur ini harus disiapkan setiap kali terjadi transaksi yang dikenakan PPN, dan berfungsi sebagai bukti pemungutan pajak yang dilakukan oleh perusahaan. Pembuatan faktur pajak ini adalah bagian dari kewajiban administrasi yang harus dipatuhi, agar proses pelaporan pajak dapat dilakukan dengan transparan dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pencatatan transaksi yang tepat dan pembuatan faktur pajak yang sesuai juga menjadi langkah penting dalam mencegah potensi masalah atau sengketa perpajakan di kemudian hari. Dengan melaksanakan kewajiban administrasi ini, PT Perorangan akan dapat menjalankan usahanya dengan lebih teratur, serta memenuhi tanggung jawab perpajakannya secara tepat dan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Also, Read – PERPANJANGAN TAX HOLIDAY SAMPAI AKHIR BULAN 2025
Keuntungan Dan Tantangan Pajak Bagi PT Perorangan
PT Perorangan menawarkan sejumlah keuntungan dalam hal perpajakan dibandingkan dengan bentuk Perseroan Terbatas (PT) yang memiliki banyak pemegang saham. Salah satu keuntungan utama adalah sistem perpajakan yang lebih sederhana. Sebagai entitas yang hanya dimiliki oleh satu orang, pengelolaan pajak pada PT Perorangan cenderung lebih efisien karena tidak ada pembagian laba yang rumit antara pemegang saham. Pemilik tunggal memiliki kontrol penuh terhadap laporan keuangan dan kewajiban pajak perusahaan, yang memudahkan proses perhitungan, pelaporan, dan pembayaran pajak. Selain itu, ketentuan untuk PPh Badan pada PT Perorangan juga lebih mudah dipahami karena hanya satu pihak yang bertanggung jawab atas kewajiban pajaknya, tanpa perlu melibatkan banyak pihak atau mekanisme yang lebih kompleks seperti pada PT dengan banyak pemegang saham. Kemudahan ini memberikan fleksibilitas lebih bagi pemilik usaha kecil, terutama dalam hal perencanaan dan pengelolaan keuangan.
Namun, meskipun memiliki keuntungan berupa sistem perpajakan yang lebih sederhana, PT Perorangan juga menghadapi beberapa tantangan dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Salah satu tantangan terbesar adalah memastikan seluruh kewajiban pajak dipenuhi dengan baik. Meskipun tidak banyak pihak yang terlibat, kewajiban untuk membayar pajak tetap sama seperti pada perusahaan besar, sehingga pemilik harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang peraturan perpajakan yang berlaku. Pemahaman atas ketentuan pajak, seperti tarif PPh Badan, PPh Pasal 21, serta kewajiban untuk membuat faktur pajak jika terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), sangat penting untuk menghindari kesalahan atau kelalaian dalam pelaporan dan pembayaran pajak. Selain itu, pemilik juga harus memastikan bahwa pelaporan pajak dilakukan tepat waktu agar terhindar dari denda atau sanksi administrasi yang dapat merugikan perusahaan. Kewajiban ini menjadi tantangan karena memerlukan ketelitian dan kedisiplinan yang tinggi, terlebih jika pemilik usaha tidak memiliki latar belakang di bidang perpajakan atau akuntansi. Oleh karena itu, meskipun PT Perorangan lebih mudah dalam beberapa aspek, tetap dibutuhkan komitmen yang kuat untuk memenuhi kewajiban pajak yang ada.