PEMBENTUKAN CADANGAN PIUTANG TAK TERTAGIH PMK 74/2024

PEMBENTUKAN CADANGAN PIUTANG TAK TERTAGIH PMK 74/2024

Pemerintah Indonesia baru-baru ini mengesahkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74 Tahun 2024 yang diterbitkan pada bulan Oktober 2024, yang memberikan pedoman baru terkait pembentukan cadangan piutang tak tertagih untuk tujuan perpajakan. Peraturan ini hadir sebagai respons terhadap kebutuhan dunia usaha, khususnya sektor perbankan dan lembaga pembiayaan, untuk menghadapi tantangan dalam pengelolaan piutang yang tidak tertagih. Dalam kegiatan bisnis yang melibatkan pemberian kredit, salah satu risiko yang harus dihadapi adalah kemungkinan adanya piutang yang tidak dapat ditagih, yang seringkali mempengaruhi kestabilan keuangan perusahaan. Oleh karena itu, melalui PMK 74/2024, pemerintah memberikan kemudahan bagi bank, perusahaan pembiayaan, dan lembaga-lembaga lain yang memiliki piutang untuk membentuk cadangan terhadap piutang yang tidak tertagih, dengan syarat bahwa cadangan tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto saat perhitungan pajak.

Isi Dari PMK 74/2024

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74 Tahun 2024 (PMK 74/2024) mengatur tentang pedoman pembentukan cadangan piutang tak tertagih yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk tujuan perpajakan. Berikut adalah pokok-pokok dari PMK 74/2024:

  1. Definisi Cadangan Piutang Tak Tertagih: PMK 74/2024 mengatur bahwa cadangan piutang tak tertagih adalah alokasi yang dibuat oleh wajib pajak untuk mengantisipasi kemungkinan piutang yang tidak dapat ditagih. Hal ini diperlukan untuk mengurangi penghasilan bruto yang harus dilaporkan dalam perhitungan pajak.

  2. Syarat dan Ketentuan Pembentukan Cadangan: Peraturan ini mengatur ketentuan yang jelas mengenai kapan dan bagaimana cadangan piutang tak tertagih dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto. Salah satu syarat utamanya adalah piutang tersebut harus memenuhi kriteria tertentu, seperti piutang yang sudah jatuh tempo, adanya bukti bahwa piutang tidak dapat ditagih, atau terdapat situasi yang membuat piutang tak tertagih (misalnya debitur yang bangkrut atau kesulitan finansial).

  3. Kriteria Piutang Tak Tertagih: Piutang yang dapat dibentuk cadangannya harus memenuhi beberapa kriteria yang ditentukan oleh peraturan, di antaranya:
    • Piutang sudah jatuh tempo dan belum dibayar dalam jangka waktu yang lama.
    • Piutang berasal dari transaksi bisnis yang sah dan memiliki bukti yang cukup.
    • Piutang tidak dapat ditagih karena adanya kondisi tertentu seperti kebangkrutan debitur atau kesulitan finansial.

  4. Metode Penghitungan: PMK 74/2024 memberikan pedoman terkait metode yang dapat digunakan dalam menghitung cadangan piutang tak tertagih. Ini meliputi:
    • Metode penyisihan (provisioning), di mana perusahaan menghitung piutang yang tak tertagih berdasarkan estimasi risiko.
    • Metode langsung, di mana perusahaan dapat langsung mengurangi piutang yang dianggap tidak dapat tertagih dari penghasilan bruto.

  5. Dokumentasi dan Pembuktian: PMK 74/2024 juga mengharuskan perusahaan untuk memiliki dokumentasi yang lengkap terkait piutang yang ditetapkan sebagai tak tertagih. Ini termasuk bukti-bukti yang menunjukkan bahwa usaha penagihan telah dilakukan dan tidak membuahkan hasil.

  6. Pengaruh Terhadap Penghasilan Kena Pajak: Pembentukan cadangan piutang tak tertagih ini memiliki pengaruh langsung terhadap perhitungan penghasilan kena pajak (PKP). Pengurangan terhadap penghasilan bruto yang dilakukan melalui pembentukan cadangan ini dapat mengurangi kewajiban pajak yang harus dibayar oleh perusahaan.

  7. Ketentuan Pengawasan dan Pelaporan: PMK 74/2024 mengatur tentang kewajiban perusahaan untuk melaporkan pembentukan cadangan piutang tak tertagih dalam laporan pajak dan memastikan bahwa langkah ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Otoritas pajak berhak melakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa cadangan yang dibentuk sesuai dengan prinsip yang diatur dalam peraturan ini.

  8. Sanksi dan Konsekuensi: Jika perusahaan tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam PMK 74/2024, maka cadangan yang dibentuk tidak dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto. Selain itu, perusahaan dapat dikenakan sanksi administrasi atau pajak yang lebih tinggi jika ditemukan pelanggaran terkait pembentukan cadangan ini.

Secara keseluruhan, PMK 74/2024 bertujuan untuk memberikan pedoman yang lebih jelas mengenai pembentukan cadangan piutang tak tertagih yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, sekaligus memberikan kejelasan bagi wajib pajak tentang bagaimana mereka dapat mengelola kewajiban perpajakan mereka terkait dengan piutang yang tak tertagih.

Apa Itu Pembentukan Cadangan Piutang Tak Tertagih?

Pembentukan cadangan piutang tak tertagih adalah suatu prosedur yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerugian akibat piutang yang tidak dapat ditagih. Piutang tak tertagih merujuk pada jumlah uang yang seharusnya diterima oleh perusahaan dari pihak lain, tetapi tidak bisa dipenuhi karena berbagai alasan, seperti debitur yang bangkrut, kesulitan finansial, atau ketidakmampuan untuk melunasi hutang.

Proses pembentukan cadangan piutang tak tertagih ini penting dilakukan sebagai langkah mitigasi risiko, di mana perusahaan mengakui bahwa tidak semua piutang yang tercatat pada laporan keuangan akan dapat ditagih sepenuhnya. Cadangan ini pada dasarnya merupakan sebuah estimasi atau perkiraan atas nilai piutang yang kemungkinan besar tidak akan terbayar. Dengan demikian, perusahaan mengalokasikan sejumlah dana untuk cadangan tersebut, yang nantinya akan mengurangi penghasilan kena pajak perusahaan.

Langkah-langkah pembentukan cadangan piutang tak tertagih umumnya meliputi beberapa tahapan berikut:

  1. Identifikasi Piutang Tak Tertagih: Perusahaan akan mengevaluasi seluruh piutang yang dimiliki, kemudian mengidentifikasi mana yang berisiko tidak tertagih, misalnya karena debitur yang sudah lama tidak membayar atau diketahui sedang mengalami kesulitan finansial.

  2. Penilaian Nilai Piutang: Setelah itu, perusahaan akan memperkirakan seberapa besar bagian dari piutang yang diperkirakan tak akan tertagih, berdasarkan penilaian risiko dan kondisi debitur.

  3. Pencadangan: Piutang yang telah diidentifikasi sebagai berisiko tersebut kemudian dicatat dalam laporan keuangan sebagai cadangan piutang tak tertagih. Ini dilakukan dengan mengurangi nilai piutang yang tercatat di buku besar dan mencatatkan jumlah yang setara sebagai biaya pada laporan laba rugi.

  4. Pengakuan dalam Laporan Keuangan: Perusahaan akan mencatat cadangan tersebut sebagai pengurang terhadap pendapatan kena pajak. Dengan cara ini, penghasilan bruto perusahaan menjadi lebih rendah, sehingga kewajiban pajaknya pun berkurang.

Siapa Pihak Yang Diuntungkan Dengan Adanya PMK 74/2024 ?

Pihak yang diuntungkan dari diterapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74 Tahun 2024 (PMK 74/2024) mengenai pembentukan cadangan piutang tak tertagih yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebagai berikut:

  • Perusahaan dan Wajib Pajak Badan Usaha:

      • Perusahaan yang memiliki piutang usaha yang sulit atau tidak dapat tertagih akan diuntungkan karena mereka dapat mengurangi beban pajak dengan membuat cadangan piutang tak tertagih. Dengan demikian, perusahaan dapat mengurangi jumlah penghasilan bruto yang terkena pajak dan mengoptimalkan kewajiban perpajakan mereka.
      • Misalnya, perusahaan yang memiliki banyak piutang yang tidak bisa ditagih dalam waktu dekat, seperti perusahaan ritel atau perusahaan jasa yang memberikan kredit kepada konsumen.
  • Pengusaha Individu atau Wajib Pajak Orang Pribadi:

      • Pengusaha yang menjalankan bisnis dan memiliki piutang usaha juga akan diuntungkan. Dengan adanya aturan ini, mereka bisa mengurangi penghasilan bruto dengan cara mencatatkan cadangan piutang tak tertagih, yang akhirnya dapat menurunkan beban pajak yang harus dibayar.
      • Bagi pengusaha individu yang mengelola usaha kecil hingga menengah, ini memberikan kesempatan untuk mengelola risiko pajak yang lebih efisien, terutama jika mereka memiliki piutang yang tidak tertagih dalam waktu lama.
  • Badan Usaha yang Mengalami Risiko Piutang Tak Tertagih:

      • Perusahaan atau entitas yang bergerak di sektor dengan tingkat risiko piutang tak tertagih yang tinggi (seperti sektor perdagangan dan distribusi) akan sangat diuntungkan. Mereka bisa meminimalkan dampak keuangan yang ditimbulkan oleh piutang yang tidak dapat ditagih, karena dapat mencatatkan cadangan sebagai pengurang penghasilan bruto.
  • Sektor Perbankan dan Pembiayaan:

      • Perusahaan di sektor perbankan, lembaga pembiayaan, atau leasing yang sering berhadapan dengan kredit macet atau piutang tak tertagih juga akan diuntungkan. Dengan adanya pembentukan cadangan piutang tak tertagih yang dapat dikurangkan, mereka bisa mengurangi beban pajak yang muncul dari pengakuan piutang yang gagal bayar.
  • Perusahaan yang Terkena Krisis Ekonomi atau Gagal Bayar:

      • Perusahaan yang terdampak krisis ekonomi, atau yang memiliki debitur yang bangkrut, akan mendapatkan manfaat dari kebijakan ini. Dengan adanya ketentuan ini, mereka bisa mengurangi penghasilan bruto melalui cadangan piutang tak tertagih dan menghindari kewajiban pajak yang tinggi meskipun memiliki piutang yang tidak bisa ditagih.
  • Direktorat Jenderal Pajak (DJP):

    • Meskipun mungkin terdengar kontra-intuitif, pihak otoritas pajak seperti DJP juga akan diuntungkan dalam jangka panjang. Dengan adanya pengaturan yang jelas mengenai cadangan piutang tak tertagih, DJP bisa lebih mudah dalam memantau dan mengawasi kewajiban pajak wajib pajak, memastikan adanya pengurangan pajak yang sah dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Also, Read – PERUBAHAN TANGGAL PENYETORAN PAJAK PMK 81/2024

Secara keseluruhan, perusahaan dan pengusaha yang memiliki risiko piutang tak tertagih akan diuntungkan dengan pengurangan kewajiban pajak yang lebih terukur dan adil, yang memungkinkan mereka untuk tetap mempertahankan kesehatan keuangan dan operasional meskipun menghadapi kendala dalam penagihan piutang.

 

author avatar
Sapitri
I have experience working in the health sector as a medical equipment regulator, in the tax sector as a tax consultant, and in the administration sector as head of company administration.

Table of Contents

Tinggalkan Balasan