Dokter adalah salah satu tenaga medis yang berperan besar dalam menganalisa, memutuskan tindakan medis, memberi rekomendasi obat, dan memutuskan diagnosa penyakit pasien. Seorang dokter dianggap berkualifikasi jika telah mendapatkan Surat Keputusan (SK), dan setelah mendapat surat tersebut Dokter boleh beroperasi di Rumah Sakit atau di Klinik kesehatan.
Setiap melakukan praktek kesehatan, dokter bisa mendapatkan penghasilan dan hal ini tentu tidak lepas dari pajak. Mengapa bisa mendapat penghasilan? Karena sebenarnya dokter juga ada yang melakukan profesi ini secara freelance dan ada pula dokter yang berstatus sebagai pegawai.
Ternyata profesi dokter tidak semudah yang orang-orang kira, dan berikut pemaparan lebih lanjut tentang profesi dokter dan pajak yang harus ditanggung.
Perlakuan Pajak Bagi Dokter
UU PPh Pasal 4 ayat 1 Undang Undang Pajak Penghasilan menjelaskan bahwa objek pajak penghasilan meliputi segala penghasilan seseorang. Setiap tambahan ekonomis yang dokter peroleh, harus dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pendapatan yang dimaksud berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, selama pendapatan tersebut bisa digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak.
Penghasilan dokter sehubungan dengan pekerjaan bebas
Pekerja lepas atau pekerjaan bebas biasanya dilakukan oleh dokter saat praktek di rumah sakit atau klinik. Dari pekerjaan itu dokter mendapat upah atau imbalan dari pasien berupa cash, BPJS, atau klaim asuransi. Ada pula dokter yang mendapat pekerjaan bebas sebagai dokter tetap, dokter tamu, atau dokter yang menyewa ruangan di Rumah Sakit sebagai area praktek. Dokter juga bisa memperoleh pendapatan dari seminar saat menjadi narasumber, kelas praktisi, dan lain sejenisnya.
Berdasarkan PMK 168/ 2023 tenaga ahli dengan pekerjaan bebas yang terikat pada pihak pemberi kerja, maka jasa yang diberikan kena pemotongan PPh Pasal 21. Dokter yang mendapatkan penghasilan dari jasa profesional yang sifatnya rutin atau tidak rutin maka penghasilan yang diterimanya dipotong PPh Pasal 21. Berikut cara menghitung pajak sesuai PPh Pasal 21 untuk dokter yang statusnya pekerja lepas:
PPh Pasal 21 = (50% x Penghasilan) x Tarif Pasal 17 ayat (1) |
Pihak pemberi kerja yang memotong pendapatan dokter berdasarkan PPh Pasal 21 harus membuat bukti potong dan memberikan bukti potong itu pada pihak dokter karena akan berguna bagi seorang dokter sebagai kredit pajak untuk Tahun Pajak atau Tahun Pajak terutang.
Penghasilan dari usaha
Pendapatan seorang dokter dari usaha adalah penghasilan diluar penghasilan dari jasa pekerjaan bebas atau di luar profesi sebagai dokter yang peredaran brutonya tidak lebih dari Rp 4,8 miliar per tahun pajak. Penghasilan dari usaha yang dimaksud akan dikenakan pajak penghasilan yang sifatnya final (PPh final). Ketentuan tersebut berdasar dari PP 55/ 2022 yang tidak berlaku jika dokter yang adalah wajib pajak memilih untuk menggunakan PPh tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang Undang Pajak Penghasilan.
Contohnya, jika seorang dokter memiliki usaha rumah makan, maka ada dua cara penghitungan penghasilan yakni:
Penghasilan bruto sampai dengan Rp4,8 Miliar
Jika seorang dokter memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto hingga Rp 4,8 Miliar maka akan kena PPh final dalam kurun waktu tertentu karena sudah diatur dalam PP 55/2022. Nilai tarif PPh Final menjadi 0,5% dikalikan peredaran bruto tiap bulan.
Penghasilan bruto di atas Rp4,8 miliar
Dokter yang mendapatkan penghasilan dari usaha dalam negri yang peredaran brutonya mencapai lebih dari Rp 4,8 miliar maka dokter tersebut bisa menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E UU PPh untuk tahun pajak selanjutnya.
Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan
Jika seorang dokter menerima penghasilan dari pemberi kerja dengan perjanjian sebagai pegawai tetap maka penghasilan dokter tersebut diperoleh secara teratur, maka penghasilan tersebut akan dikenakan PPh Pasal 21. Contoh pekerjaan dokter dengan status pegawai adalah pegawai rumah sakit, dokter yang terikat dengan perusahaan, dokter dengan status dosen Perguruan Tinggi, Anggota Dewan Komisaris atau Anggota Dewan Pengawas serta Direksi, Pimpinan Rumah Sakit atau klinik.
Sejak 1 Januari 2024, berlaku aturan PP 58/2023 tnetang ketentuan baru terkait perhitungan PPh 21 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi. Penghitungan PPh Pasal 21 perlu memperhatikan kategori-kategori yang akan menentukan tarif efektif rata-rata (TER) yang akan masuk ke dalam rumus. Detail tarifnya sebagai berikut:
Kategori A
s/d Rp 5.400.000 | 0% |
Rp 5.400.001 s/d Rp 5.600.000 | 0.25% |
Rp 5.600.000 s/d Rp 5.950.000 | 0.5% |
Rp 5.950.001 s/d Rp 6.300.000 | 0.75% |
Rp 6.300.001 s/d Rp 6.750.000 | 1% |
Rp 6.750.001 s/d Rp 7.500.000 | 1.25% |
Rp 7.500.001 s/d Rp 8.550.000 | 1.5% |
Rp 8.550.001 s/d Rp 9.650.000 | 1.75% |
Rp 9.650.000 s/d Rp 10.050.000 | 2% |
Rp 10.050.001 s/d Rp 10.350.000 | 2.25% |
Rp 10.350.001 s/d Rp 10.700.000 | 2.5% |
Rp 10.700.001 s/d Rp 11.050.000 | 3% |
Rp 11.050.001 s/d Rp 11.600.000 | 3.5% |
Rp 11.600.001 s/d Rp 12.500.000 | 4% |
Rp 12.500.001 s/d Rp 13.750.000 | 5% |
Rp 13.750.001 s/d Rp 15.100.000 | 6% |
Rp 15.100.001 s/d Rp 16.950.000 | 7% |
Rp 16.950.001 s/d Rp 19.750.000 | 8% |
Rp 19.750.001 s/d Rp 24.150.000 | 9% |
Rp 24.150.001 s/d Rp 26.450.000 | 10% |
Rp 26.450.001 s/d Rp 28.000.000 | 11% |
Rp 28.000.001 s/d Rp 30.050.000 | 12% |
Rp 30.050.001 s/d Rp 32.400.000 | 13% |
Rp 32.400.000 s/d Rp 35.400.000 | 14% |
Rp 35.400.001 s/d Rp 39.100.000 | 15% |
Rp 39.100.001 s/d Rp 43.850.000 | 16% |
Rp 43.850.001 s/d Rp 47.800.000 | 17% |
Rp 47.800.001 s/d Rp 51.400.000 | 18% |
Rp 51.400.001 s/d Rp 56.300.000 | 19% |
Rp 56.300.001 s/d Rp 62.200.000 | 20% |
Rp 62.200.001 s/d Rp 68.600.000 | 21% |
Rp 68.600.001 s/d Rp 77.500.000 | 22% |
Rp 77.500.001 s/d Rp 89.000.000 | 23% |
Rp 89.000.001 s/d Rp 103.000.000 | 24% |
Rp 103.000.001 s/d Rp 125.000.000 | 25% |
Rp 125.000.001 s/d Rp 157.000.000 | 26% |
Rp 157.000.001 s/d Rp 206.000.000 | 27% |
Rp 206.000.001 s/d. Rp 337.000.000 | 28% |
Rp 337.000.001 s/d Rp 454.000.000 | 29% |
Rp 454.000.001 s/d Rp 550.000.000 | 30% |
Rp 550.000.001 s/d Rp 695.000.000 | 31% |
Rp 695.000.001 s/d Rp 910.000.000 | 32% |
Rp 910.000.001 s/d Rp 1.400.000.000 | 33% |
lebih dari Rp 1.400.000.000 | 34% |
Kategori B
sampai dengan Rp 6.200.000 | 0% |
> Rp 6.200.000 s/d Rp 6.500.000 | 0.25% |
Rp 6.500.001 s/d Rp 6.850.000 | 0.5% |
Rp 6.850.001 s/d Rp 7.300.000 | 0.75% |
Rp 7.300.001 s/d Rp 9.200.000 | 1% |
Rp 9.200.001 s/d Rp 10.750.000 | 1.5% |
Rp 10.750.001 s/d Rp 11.250.000 | 2% |
Rp 11.250.001 s/d Rp 11.600.000 | 2.5% |
Rp 11.600.001 s/d Rp 12.600.000 | 3% |
Rp 12.600.001 s/d Rp 13.600.000 | 4% |
Rp 13.600.001 s/d Rp 14.950.000 | 5% |
Rp 14.950.001 s/d Rp 16.400.000 | 6% |
Rp 16.400.001 s/d Rp 18.450.000 | 7% |
Rp 18.450.001 s/d Rp 21.850.000 | 8% |
Rp 21.850.001 s/d Rp 26.000.000 | 9% |
Rp 26.000.001 s/d Rp 27.700.000 | 10% |
Rp 27.700.001 s/d Rp 29.350.000 | 11% |
Rp 29.350.001 s/d Rp 31.450.000 | 12% |
Rp 31.450.001 s/d Rp 33.950.000 | 13% |
Rp 33.950.001 s/d Rp 37.100.000 | 14% |
Rp 37.100.001 s/d Rp 41.100.000 | 15% |
Rp 41.100.001 s/d Rp 45.800.000 | 16% |
Rp 45.800.001 s/d Rp 49.500.000 | 17% |
Rp 49.500.001 s/d Rp 53.800.000 | 18% |
Rp 53.800.001 s/d Rp 58.500.000 | 19% |
Rp 58.500.001 s/d Rp 64.000.000 | 20% |
Rp 64.000.001 s/d Rp 71.000.000 | 21% |
Rp 71.000.001 s/d Rp 80.000.000 | 22% |
Rp 80.000.001 s/d Rp 93.000.000 | 23% |
Rp 93.000.001 s/d Rp 109.000.000 | 24% |
Rp 109.000.001 s/d Rp 129.000.000 | 25% |
Rp 129.000.001 s/d Rp 163.000.000 | 26% |
Rp 163.000.000 s/d Rp 211.000.000 | 27% |
Rp 211.000.001 s/d Rp 374.000.000 | 28% |
Rp 374.000.001 s/d Rp 459.000.000 | 29% |
Rp 459.000.001 s/d Rp 555.000.000 | 30% |
Rp 555.000.000 s/d Rp 704.000.000 | 31% |
Rp 704.000.001 s/d Rp 957.000.000 | 32% |
Rp 957.000.001 s/d Rp 1.405.000.000 | 33% |
> Rp 1.405.000.000 | 34% |
Kategori C
Sampai dengan Rp 600.000 | 0% |
Rp 600.001 s/d Rp 6.950.000 | 0.25% |
Rp 6.950.001 s/d Rp 7.350.000 | 0.5% |
Rp 7.350.001 s/d Rp 7.800.000 | 0.75% |
Rp 7.800.001 s/d Rp 8.850.000 | 1% |
Rp 8.850.001 s/d Rp 9.800.000 | 1.25% |
Rp 9.800.001 s/d Rp 10.950.000 | 1.5% |
Rp 10.950.001 s/d Rp 11.200.000 | 1.75% |
Rp 11.200.001 s/d Rp 12.500.000 | 2% |
Rp 12.500.001 s/d Rp 12.950.000 | 3% |
Rp 12.950.001 s/d Rp 14.150.000 | 4% |
Rp 14.150.000 s/d Rp 15.550.000 | 5% |
Rp 15.550.001 s/d Rp 17.050.000 | 6% |
Rp 17.050.001 s/d Rp 19.500.000 | 7% |
Rp 19.500.001 s/d Rp 22.700.000 | 8% |
Rp 22.700.001 s/d Rp 26.600.000 | 9% |
Rp 26.600.001 s/d Rp 28.100.000 | 10% |
Rp 28.100.001 s/d Rp 30.100.000 | 11% |
Rp 30.100.000 s/d Rp 32.600.000 | 12% |
Rp 32.600.001 s/d Rp 35.400.000 | 13% |
Rp 35.400.001 s/d Rp 38.900.000 | 14% |
Rp 38.900.001 s/d Rp 43.000.000 | 15% |
Rp 43.000.001 s/d Rp 47.400.000 | 16% |
Rp 47.400.001 s/d Rp 51.200.000 | 17% |
Rp 51.200.001 s/d Rp 55.800.000 | 18% |
Rp 55.800.001 s/d Rp 60.400.000 | 19% |
Rp 60.400.001 s/d Rp 66.700.000 | 20% |
Rp 66.700.001 s/d Rp 74.500.000 | 21% |
Rp 74.500.001 s/d Rp 83.200.000 | 22% |
Rp 83.200.001 s/d Rp 95.600.000 | 23% |
Rp 95.600.001 s/d Rp 110.000.000 | 24% |
Rp 110.000.000 s/d Rp 134.000.000 | 25% |
Rp 134.000.001 s/d Rp 169.000.000 | 26% |
Rp 169.000.001 s/d Rp 221.000.000 | 27% |
Rp 221.000.001 s/d Rp 390.000.000 | 28% |
Rp 390.000.001 s/d Rp 463.000.000 | 29% |
Rp 463.000.001 s/d Rp 561.000.000 | 30% |
Rp 561.000.001 s/d Rp 709.000.000 | 31% |
Rp 709.000.001 s/d Rp 965.00.000 | 32% |
Rp 965.000.001 s/d Rp 1.419.000.000 | 33% |
> Rp 1.419.000.000 | 34% |
Tarif Efektif Harian
Penghasilan Bruto Harian | Tarif Pajak |
s/d Rp 480.000 | 0% |
Rp 450.000 s/d Rp 2.500.000 | 0.5% |
Pemotong pajak bisa mengalikan penghasilan bruto dokter yang berstatus pegawai tetap dengan PPh Pasal 21 setiap bulan pada periode Januari hingga November dengan rumus sebagai berikut:
PPh Pasal 21 = Penghasilan Bruto x TER |
Menghitung perioe Januari-November saja tidak cukup, dokter yang adalah wajib pajak perlu menghitung pajak terutang sesuai dengan tarif PPh 21 dengan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh sesuai rumus berikut:
PPh Pasal 21 = (Penghasilan netto setahun – PTKP) x tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a |
Jika telah diketahui pajak yang terutang dalam satu tahun, cara berikutnya adalah menghitung pajak terutang bulan Desember dengan cara sebagai berikut:
PPh Pasal 21 Desember = PPh Pasal 21 setahun – (Jumlah pajak PPh 21 yang dipotong Januari – November) |
Menurut PER-2/PJ/2021 tak hanya memotong PPh Pasal 21 tapi pemberi kerja juga harus membuat bukti potong atas PPh Pasal 21 kepada dokter dalam setiap masa pajak.
Harus diperhatikan jika pajak yang dipotong oleh pemberi kerja wajib disetorkan maksimal tanggal 10 bulan berikutnya dan disetorkan tanggal 20 bulan berikutnya. Pemberi kerja juga harus memberi SPT Tahunan kepada dokter yang statusnya pegawai pada akhir tahun berjalan.
Penghasilan dalam negeri lainnya yang bersifat tidak final
Penghasilan lainnya dari seorang dokter dalam konteks ini adalah pendapatan tambahan dari berbagai macam sumber misalnya royalti, bunga investasi, sewa properti, atau keuntungan harta lainnya. Penghasilan ini juga termasuk imbalan yang dokter terima dari produsen alat kesehatan atau obat-obatan jika telah mempromosikan produk.
Jika Dokter menerima penghasilan lain yang sumbernya dari dalam negri, maka penghitungan harus sesuai dengan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh. Dengan cara sebagai berikut:
DPP = (Penghasilan x 50%) |
PPh Terutang = DPP x Tarif PPh Pasal 17 |
Penghasilan dari luar negeri
Dokter yang mendapat penghasilan dari luar negri, maka penghasilan tersebut akan menjadi penambah penghasilan dalam hitungan PPh terutang sesuai tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh. Dokter yang adalah wajib pajak telah membayarkan pajak penghasilan di luar negeri, maka pembayaran pajak itu bisa dikreditkan pada pajak penghasilan terutang di Indonesia.
Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) bisa dilakukan selama jumlah kredit pajak paling tinggi setara dengan pajak yang dibayar atau terutang di Luar Negri. Akan tetapi tidak bisa melebihi jumlah tertentu, selain itu ada pula syarat tentang besaran PPh terutang Luar Negri yang bisa dikreditkan harus lebih kecil dari PPh yang dipotong atau dibayarkan di Luar Negeri, atau batas maksimum KPLN. Batas maksimum yang dimaksud adalah:
Batas maksimum KPLN = Penghasilan Kena Pajak x PPh Terutang |
Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
Penghasilan yang mungkin didapatkan dokter bisa dikategorikan bukan objek pajak seperti hibah, bantuan, sumbangan, bagi laba yang diterima dokter yang merupakan anggota komanditer yang tidak terbagi atas saham.
Penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final
Penghasilan yang dokter terima bisa dikategorikan sebagai objek pajak penghasilan final (PPh Final) adalah bunga atau keuntungan investasi atau penghasilan yang diterima atas pengalihan hak atas tanah/ hadian undian. Atau deskripsi lainnya adalah harta/ benda yang menimbulkan kekayaan ekonomis dokter yang adalah wajib pajak.