PPN adalah singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai. Dalam implementasinya PPN adalah biaya yang dikenakan dalam setiap proses produksi atau distribusi – maka dari itu banyak transaksi di Indonesia dikenakan PPN terutama komoditas barang.
Dalam situs Kementrian Keuangan, PPN merupakan Pemungutan atas Pajak Konsumsi yang dibayar sendiri sehubungan penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak. Objek PPN adalah Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak oleh rekanan yang merupakan Pengusaha Keja Pajak (PKP).
Pajak tipe ini sering kita temui di restoran, supermarket, wholesale, butik, dll karena yang menanggung pajak adalah konsumen akhir atau pembeli. Siapapun yang menjual barang tersebut kepada konsumen wajib mencantumkan PPN ke dalam nota atau bukti pembayaran sebagai bukti nyata yang sah bahwa pembeli sudah menjalankan kewajibannya membayar pajak. Biasanya PPN ditulis dalam bahasa Indonesia, namun sah-sah saja jika toko tersebut menuliskan keterangan dalam bahasa Inggris yang disebut Value Added Tax (VAT).
Apa saja yang dikenakan PPN?
Ada banyak pembelian yang terjadi di Indonesia dari berbagai macam industri dan perusahaan, yang mana semuanya melakukan transaksi. Pemerintah Indonesia kemudian membuat peraturan tentang hal-hal yang dikenakan biaya pertambahan nilai dan ada pula transaksi yang tidak dikenakan PPN. Berikut adalah pembelian barang yang tidak dikenakan PPN:
- Barang dari pertambangan dan hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.
- Barang kebutuhan pokok seperti bahan makanan mentah dan sembako yang dibutuhkan seluruh lapisan masyarakat.
- Uang, emas batangan, dan surat berharga.
Ada pula jasa yang tidak dikenakan PPN yaitu:
- pelayanan kesehatan medis.
- pelayanan sosial.
- pengiriman surat dengan perangko.
- keuangan.
- asuransi.
- keagamaan.
- pendidikan.
- kesenian dan hiburan.
- penyiaran yang tidak bersifat iklan.
- angkutan umum di darat dan air serta jasa angkutan dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri.
- tenaga kerja.
- perhotelan.
- yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.
- penyediaan tempat parkir.
- telepon umum dengan menggunakan uang logam.
- pengiriman uang dengan wesel pos.
- boga atau katering.
Artinya diluar barang dan jasa yang tertera di atas, transaksinya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Biaya Pajak Pertambahan Nilai
Besar atau kecilnya biaya Pajak Pertambahan Nilai diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Barang dan jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Peraturan tersebut berbunyi:
- Tarif Pajak Pertambahan Nilai 0% berlaku untuk ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan ekspor Jasa Kena Pajak. Tarif Pajak Pertambahan Nilai 0% merupakan fasilitas dari pemerintah untuk perusahaan ekspor jasa profesional yang meliputi
- Jasa maklon
- perbaikan dan perawatan
- pengurusan transportasi (freight forwarding) yang bertujuan untuk ekspor.
- konsultasi konstruksi
- layanan teknologi informasi
- penyedia penelitian dan pengembangan (research and development).
- persewaan alat angkut seperti sewa pesawat udara atau kapal laut untuk penerbangan dan pelayaran internasional.
- jasa konsultasi seperti konsultan bisnis dan manajemen, konsultasi hukum, konsultasi desain dan arsitektur, SDM, engineering services, marketing, akuntansi dan perpajakan.
- Jasa perdagangan yang mencarikan penjual barang dari dalam daerah untuk tujuan ekspor.
- Penyedia interkoneksi, penyelenggaraan satelit atau komunikasi dan konektivitas data.
- Tarif Pajak Pertambahan Nilai 11% berlaku untuk semua produk yang beredar di Indonesia, termasuk di daerah Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang didalamnya berlaku undang-undang yang mengatur tentang kepabeanan.
- Tarif PPN atas barang mewah paling rendah sebesar 11% dan paling tinggi 200%.
- Bagi barang dan jasa yang terkena tarif Pajak Pertambahan Nilai 11%, besaran tarif tersebut masih dapat diubah menjadi paling rendah 5% hingga paling tinggi 20% tergantung peraturan Pemerintah yang berlaku.
- Tarif Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan kepada pembeli harus tertulis jelas pada setiap bukti transaksi jual beli. Artinya, harga yang nantinya dibayar akan ditambah dengan jumlah PPN. Namun, jika kita tidak menemukan keterangan Pajak Pertambahan Nilai pada struk, artinya total harga yang tertera sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
Pembayaran dan Pelaporan
Pajak Pertambahan Nilai sifatnya wajib bagi penjual dan pembeli. Pihak pembeli atau konsumen wajib membayar PPN dan penjual atau Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai kepada pemerintah melalui Ditjen Pajak di masing-masing daerah. PKP wajib membawa bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilai kepada Ditjen Pajak yang disebut faktur pajak.
Sebuah faktur pajak harus tercantum dengan jelas nama usaha, alamat tempat usaha, barang atau jasa yang dibeli (transaksi yang berlangsung), NPWP PKP, dll. PKP harus melaporkan faktur tersebut sebulan sekali, selambat-lambatnya pada akhir bulan terjadinya transaksi.
Baca juga: Implementasi Pajak Pertambahan Nilai Di Indonesia
Mekanisme pemungutan PPN
- PKP yang adalah pelaku usaha menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP), wajib memungut PPN dari pembeli atau penerima barang/ jasa kena pajak sebesar 11% dari harga jual atau transaksi. Kemudian membuat Faktur pajak sebagai bukti pemungutannya.
- Bila pembeli barang atau jasa kena pajak berstatus Pemungut PPN (BUMN, Kontraktor dan pemegang izin kontrak kerjasama, bendahara pemerintah serta kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara – maka PPN yang terutang atas transaksi BKP/ JKP tidak dipungut oleh PKP namun disetor ke kas negara oleh Pemungut PPN. Artinya Pemungut PPN hanya membayar kepada PKP sebesar harga jual, karena PPN nya langsung disetor ke kas negara.
- PPN yang ada dalam Faktur Pajak merupakan Pajak Keluaran bagi PKP yang menjual barang atau jasa kena pajak.
- Saat PKP melakukan pembelian/ perolehan BKP-JKP yang kena PPN, pertambahan nilai tersebut merupakan Pajak Masukan yang merupakan pajak yang dibayar di muka.
- Setiap masa pelaporan pajak, apabila jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke kas negara selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Dan sebaliknya, apabila jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisih tersebut dapat dikompensasi ke masa pajak berikutnya. Restitusi hanya dapat diajukan pada akhir tahun buku.
- Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan surat Pemberitahuan masa PPN (SPT Masa PPn) setiap bulan ke Kantor Pelayanan Pajak terkait, selambat-lambatnya akhir bulan setelah Masa Pajak berakhir.