Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang adalah pungutan pada setiap transaksi barang atau jasa di Indonesia merupakan jenis pajak langsung dalam kategori konsumsi. Dibalik dari naik atau turunnya besaran pajak yang dikenakan konsumen begitu banyak fakta yang sebenarnya tidak semua orang ketahui.
Mengapa ada Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia? Apa tujuannya? Lalu bagaimana asal mulanya? Nah pada kesempatan kali ini kami akan menginformasikan tentang beberapa hal seputar Pajak Pertambahan Nilai yang mungkin selama ini Anda bayarkan tapi tidak begitu paham motif dibalik adanya PPN.
Mengenal Sejarah Pajak Pertambahan Nilai
Asal mula tentang PPN dikenalkan oleh Dr. Wilhem von Siemens seorang Warga Negara Jerman pada tahun 1920. Bagi Wilhelm Von Siemens, seorang pengusaha Jerman, PPN adalah cara untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam penerapan pajak penghasilan kotor dan pajak penjualan.
Kemudian muncul gagasan tentang pajak pertambahan nilai dari Thomas S. Adams pada tahun 1921 di Amerika Serikat. Bagi Thomas S. Adams, seorang Amerika, PPN merupakan versi yang lebih baik dari pajak penghasilan badan usaha karena mampu mengurangi cascading effect yakni pajak penjualan berulang yang dikenakan pada produk di setiap tahap rantai pasokan, mulai dari bahan mentah hingga pembelian konsumen. Dengan adanya pajak pertambahan nilai, pajak hanya berlaku ke konsumen saja.
PPN pertama kali diterapkan di Perancis pada tahun 1948 dalam bentuk pengenaan pajak di tahap pabrikan. Kemudian pada tahun 1954, Perancis melanjutkan pengenaan pajak di seluruh tahapan produksi dan distribusi.
Dalam praktiknya, pemerintah sebagian besar menerapkan PPN sebagai pajak penjualan yang lebih baik. Negara-negara Eropa, misalnya, sebagian besar telah menggunakan PPN untuk mengurangi atau menghilangkan pajak penjualan lainnya. Negara-negara tersebut terus menerapkan pajak pendapatan perusahaan yang terpisah.
Menurut buku Global Trends and Issues in Value Added Taxation International Tax and Public Finance menyatakan Banyak negara Eropa yang memberlakukan PPN pada tahun 1960 an dan 1970 an. Negara-negara lain menyusul pada tahun 1980an dan setelahnya. Sijbren Cnossen, pakar PPN terkemuka dari Universitas Maastricht di Belanda, menyebut penyebarannya sebagai “peristiwa paling penting dalam evolusi struktur pajak pada paruh terakhir abad ke-20”
Indonesia menerapkan Pajak Pertambahan Nilai pada tahun 1983 adanya peralihan sistem ini karena sistem yang sebelumnya tidak bisa mengembangkan aktivitas masyarakat ke arah yang lebih baik. Sebelumya, Indonesia menerapkan Pajak Penjualan sejak tahun 1951. Bisa jadi adanya Pajak Penjualan (PPn) ini merupakan cikal bakal adanya PPN di Indonesia, yang mana masih mengadopsi sistem pemungutan pajak Kolonial Belanda.
Sejak diterapkan di Indonesia, UU PPN mengalami empat kali perubahan, yaitu:
- Perubahan Undang Undang Nomor 11 Tahun 1994 yang mulai berlaku pada 1 Januari 1995.
- Pengesahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 yang berlaku pada 1 Januari 2001.
- Undang Undang NOmor 42 Tahun 2009 yang mulai berlaku 1 April 2010.
- UU PPN 2021 yang termasuk materi UU Nomor 7 Tahun 2021 (Undang – Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan) yang mulai berlaku pada 29 Oktober 2021 khususnya berkaitan dengan kebijakan tarif.
Tarif PPN yang berlaku di Indonesia juga mengalami perubahan yakni:
- Tahun 1950 ketika masih berupa Pajak Penjualan, tarifnya dikenakan tarif umum sebesar 10%.
- Tahun 1974 tarif PPn berubah menjadi tiga golongan yaitu 0%, yang bebas pungutan. Kemudian golongan kedua 5% yang merupakan barang karton, kertas pembungkus, kertas tulis dan kertas cetak, karbon, dll. Lalu golongan ketiga dengan PPn sebesar 10% yang tidak termasuk dalam golongan kedua.
- Kemudian tahun 1983 berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1983 mulai berlaku sistem Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% yang mana telah konsisten diterapkan hingga akhir Maret 2021 dan 1 April 2022. Biaya PPN berubah menjadi 11%.
Cara Menghitung PPN
Perhitungan PPN caranya dengan mengalikan tarif PPn dengan dasar pengenaan pajak (DPP) yakni harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain. Sebelum mengetahui rumusnya Anda harus tahu arti dari masing-masing istilah yang disebutkan diata dengan rincian sebagai berikut:
- Harga Jual atau penggantian, adalah nilai barang atau jasa berdasarkan mata uang rupiah yang sudah ditetapkan penjual. Harga yang ditetapkan tidak termasuk PPN.
- Nilai impor adalah besaran uang yang menjadi dasar hitungan bea masuk kemudian ditambah pungutan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang mengatur besaran bea dan cukai untuk impor barang namun belum termasuk PPn dan pajak barang mewah.
- Nilai ekspor, yaitu besaran nilai uang yang diminta oleh eksportir.
- Nilai lain, adalah besaran uang yang ditetapkan sebagai dasar DPP, yang saat ini sebanyak 11%.
Contoh Cara Menghitung PPN 11 Persen
PT Adhyaksa Surya Marindo yang adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) memiliki catatan transaksi seperti:
- Menjual bahan dasar kimia untuk obat sebesar Rp 17.000.000
- Membeli barang sebesar Rp 13.000.000
- Ekspor bahan kimia untuk pupuk senilai Rp 120.000.000
- Mengirim barang ke konsumen luar pulau sebesar 16.000.000
Perhitungan Pajak Keluaran
Pajak keluaran adalah PPN yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan barang atau jasa ekspor BKP berwujud, ekspor BPK tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP.
- Atas penjualan secara langsung:
= DPP x Tarif PPN
= Rp17.000.000 x 11%
= Rp1.870.000
- Adanya ekspor bahan kimia, berdasarkan UU yang berlaku PPN yang dikenakan sebesar 0%
= DPP x Tarif PPN
= 120.000.000 x 0%
= Rp0
Pajak Masukan
- Berdasarkan transaksi pembelian
DPP = 100/111 x 13.000.000 = 11.818.818
PPN = 11% x 13.000.000 = 1.430.000
- Berdasarkan pengiriman barang
(10% x 11%) x 16.000.0000 = 176.000
176.000 + 16.000.000 = 16.176.000
Baca juga: Mengenal PPN, Detail Tarif, Serta Hal-Hal Yang Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai