CERMATI BEBERAPA HAL YANG DIKENAKAN PPN 12%

CERMATI BEBERAPA HAL YANG DIKENAKAN PPN 12%

Pada 16 Desember 2024, pemerintah secara resmi mengumumkan bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% akan mulai diberlakukan efektif pada 1 Januari 2025. Pengumuman ini merupakan bagian dari implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang bertujuan meningkatkan penerimaan negara untuk mendukung berbagai program pembangunan. Meski demikian, keputusan ini memunculkan kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama terkait dampaknya terhadap harga barang dan daya beli. Banyak yang bertanya-tanya, apakah semua barang dan jasa akan terdampak oleh kenaikan ini, atau ada pengecualian tertentu?

Penting untuk diketahui bahwa tidak semua barang dan jasa dikenakan tarif PPN sebesar 12%. PPN umumnya diberlakukan pada barang dan jasa tertentu yang dikategorikan sebagai barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP). Contoh barang yang akan dikenakan PPN meliputi barang konsumsi seperti elektronik, pakaian, kendaraan bermotor, dan produk lain yang tidak termasuk dalam kategori kebutuhan pokok. Selain itu, layanan tertentu seperti jasa hiburan, layanan konsultasi profesional, dan layanan digital juga termasuk dalam objek pajak dengan tarif PPN yang berlaku.

Namun, pemerintah telah menetapkan pengecualian untuk beberapa jenis barang dan jasa esensial agar kenaikan tarif PPN ini tidak membebani masyarakat berpenghasilan rendah. Barang kebutuhan pokok seperti beras, gula, daging, dan telur, serta layanan esensial seperti pendidikan dan kesehatan, tetap dibebaskan dari pengenaan PPN. Dengan adanya kebijakan ini, pemerintah berharap bisa menjaga kestabilan harga untuk barang-barang yang menjadi kebutuhan mendasar.

Meskipun demikian, kenaikan tarif PPN ini tetap menjadi isu yang sensitif. Sebagian masyarakat khawatir bahwa perubahan ini akan menyebabkan inflasi atau kenaikan harga barang secara umum. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan adanya sosialisasi yang menyeluruh mengenai jenis barang dan jasa yang terkena dampak serta memberikan kepastian bahwa kelompok masyarakat kurang mampu tetap terlindungi dari efek negatif kebijakan ini.

Barang Dan Jasa Yang Dikenakan PPN 12%

Barang dan jasa yang dikenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% mulai 1 Januari 2025 mencakup berbagai kategori, namun terdapat pengecualian untuk beberapa barang dan jasa tertentu. Berikut adalah penjelasannya:

Jenis Barang Yang Terdampak

1. Barang Konsumsi

Barang konsumsi adalah kategori barang yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat, baik untuk keperluan pribadi maupun rumah tangga. Berdasarkan Pasal 4 UU PPN (UU No. 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM), barang kena pajak (BKP) yang dijual di dalam negeri akan dikenakan PPN. Berikut contohnya:

  • Elektronik
    Barang seperti televisi, komputer, perangkat komunikasi (ponsel, tablet, dan aksesori elektronik lainnya) dikenakan tarif PPN 12%. Barang ini termasuk dalam kategori BKP karena memiliki nilai ekonomis dan tidak termasuk barang yang dikecualikan menurut Pasal 4A UU PPN.
  • Pakaian dan Barang Gaya Hidup
    Produk seperti pakaian, sepatu, dan aksesori lainnya juga dikenakan PPN. Barang-barang ini termasuk kebutuhan sekunder yang tidak mendapatkan pembebasan pajak.

  • Kendaraan Bermotor
    Semua jenis kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat, termasuk mobil penumpang, kendaraan komersial, dan motor sport, dikenakan PPN 12%. Hal ini merujuk pada Pasal 16D UU PPN yang mengatur pengenaan PPN untuk barang bergerak.

  • Perlengkapan Rumah Tangga
    Barang seperti furniture (meja, kursi, lemari), alat dapur (blender, oven, panci), dan barang lainnya termasuk dalam BKP yang dikenakan PPN.

2. Barang Impor

Sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) huruf b UU PPN, impor barang kena pajak ke dalam daerah pabean Indonesia juga dikenakan PPN, termasuk:

  • Barang Impor Umum
    Semua barang impor kecuali yang telah mendapatkan fasilitas pembebasan PPN (misalnya barang untuk kegiatan diplomatik atau barang strategis seperti alat berat).

  • Barang Mewah atau High-End
    Barang mewah seperti perhiasan emas dan berlian, jam tangan mahal, tas bermerek, dan produk fesyen kelas atas dikenakan tarif PPN 12%. Ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan pajak dari barang dengan nilai tinggi.

3. Produk Digital

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 48/PMK.03/2020, produk digital yang dijual melalui platform digital, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, dikenakan PPN. Produk ini meliputi:

  • Aplikasi dan Game
    Aplikasi berbayar, game digital, dan layanan premium dari platform tertentu.

  • Konten Hiburan Digital
    Produk seperti musik, film, dan video yang diunduh atau diakses secara daring (streaming).

  • Layanan Digital Lainnya
    Termasuk langganan software berbasis cloud dan layanan edukasi digital.

Jenis Jasa Yang Terdampak

1. Jasa Hiburan

Sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN (UU No. 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM), jasa hiburan termasuk dalam kategori Jasa Kena Pajak (JKP). Contoh spesifiknya:

  • Tiket Bioskop, Konser, dan Atraksi Wisata
    Layanan hiburan seperti tiket masuk ke bioskop, konser musik, taman hiburan, atraksi wisata, dan tempat rekreasi lainnya dikenakan PPN 12%. Hal ini didasarkan pada nilai ekonomis yang diberikan oleh jasa tersebut.

  • Layanan Streaming Digital
    Berlangganan platform streaming seperti film, musik, atau serial digital juga termasuk objek pajak. Contohnya, langganan Netflix, Spotify, atau platform sejenis yang berbasis digital. Layanan ini diatur lebih rinci dalam PMK No. 48/PMK.03/2020, yang mengatur pajak untuk perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

2. Jasa Profesional

Jasa profesional adalah layanan yang diberikan oleh individu atau perusahaan dengan keahlian khusus. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN, jasa profesional termasuk JKP, antara lain:

  • Konsultasi Hukum, Akuntansi, dan Arsitektur
    Layanan dari pengacara, akuntan, arsitek, atau konsultan yang memberikan jasa berbasis pengetahuan dan keahlian khusus dikenakan PPN 12%.

  • Layanan Periklanan dan Pemasaran
    Jasa iklan, baik melalui media cetak, televisi, maupun digital, juga merupakan objek PPN. Termasuk pula jasa pemasaran digital seperti optimisasi mesin pencari (SEO) atau manajemen media sosial.

3. Jasa Transportasi

Dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN, transportasi tertentu yang tidak termasuk jasa umum atau angkutan penumpang diatur sebagai JKP. Contohnya:

  • Layanan Transportasi Non-Publik
    Jasa sewa kendaraan mewah seperti limosin, mobil sport, atau layanan transportasi khusus (misalnya, antar-jemput eksekutif atau sewa bus wisata) dikenakan PPN 12%.

  • Layanan Logistik Khusus
    Pengangkutan barang khusus, seperti pengiriman barang bernilai tinggi atau berat besar menggunakan alat transportasi eksklusif, juga dikenai PPN.

4. Jasa Telekomunikasi

Telekomunikasi termasuk JKP berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN, yang mencakup:

  • Layanan Telepon dan Internet
    Penyediaan layanan komunikasi suara melalui telepon seluler, layanan data internet, dan koneksi broadband dikenakan PPN 12%.

  • Layanan Komunikasi Tambahan
    Termasuk layanan berlangganan hosting, penyimpanan data berbasis cloud, dan pengelolaan jaringan komunikasi untuk perusahaan.

Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 akan mempengaruhi berbagai aspek transaksi bisnis di Indonesia. Perubahan ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus menyeimbangkan struktur perpajakan. Berikut adalah dampak dan implikasi kenaikan PPN pada transaksi bisnis:

Kenaikan PPN Terhadap Transaksi Bisnis

1. Dampak pada Biaya Operasional Bisnis

  • Peningkatan Harga Barang dan Jasa
    Kenaikan PPN menjadi 12% akan menyebabkan harga barang dan jasa yang dikenakan PPN meningkat. Bisnis yang bergantung pada pembelian bahan baku atau barang dari pemasok harus mengalokasikan dana tambahan untuk membayar PPN.

    Contohnya:

    • Produsen yang membeli bahan baku dari dalam negeri atau mengimpor barang akan menghadapi kenaikan biaya karena tambahan PPN.
    • Pelaku usaha jasa harus menyesuaikan tarif layanan mereka untuk mencakup beban pajak yang lebih tinggi.

  • Efek pada Cash Flow
    Perubahan tarif PPN dapat mempengaruhi arus kas bisnis, terutama untuk perusahaan yang memiliki siklus pembayaran panjang atau bergantung pada kredit usaha. Pengusaha harus mengelola pembayaran pajak lebih hati-hati agar tidak mengganggu likuiditas.

2. Penyesuaian Harga pada Konsumen

  • Penerusan Biaya kepada Konsumen
    Sebagian besar bisnis akan meneruskan beban kenaikan PPN kepada konsumen akhir dengan menaikkan harga jual barang dan jasa.

    Contohnya:

    • Peritel dapat menambahkan tarif PPN 12% ke harga jual barang di toko fisik atau daring.
    • Penyedia layanan profesional seperti konsultan, arsitek, atau pengacara juga akan menyesuaikan tarif mereka.

  • Kemungkinan Penurunan Permintaan
    Harga yang lebih tinggi akibat kenaikan PPN berpotensi menurunkan daya beli konsumen. Hal ini terutama dirasakan pada barang atau jasa yang bersifat non-esensial.

3. Dampak pada Rantai Pasok (Supply Chain)

  • Kenaikan Biaya di Setiap Tahap Produksi
    Dalam sistem rantai pasok, PPN dikenakan di setiap tahap produksi dan distribusi. Dengan tarif yang lebih tinggi, seluruh rantai pasok akan merasakan dampaknya.
    Misalnya, pabrikasi, distribusi, hingga pengecer akan menghadapi kenaikan biaya yang pada akhirnya diteruskan ke konsumen.

  • Efek pada Efisiensi Bisnis
    Bisnis mungkin harus mengevaluasi efisiensi operasional untuk menekan biaya agar harga produk tetap kompetitif di pasar.

Also, Read – PMK 66/2023 MENGENAI BATASAN NATURA DAN KENIKMATAN BEBAS PPN

4. Implikasi pada Administrasi Perpajakan

  • Penyesuaian Sistem Akuntansi
    Perusahaan harus memperbarui sistem akuntansi dan perangkat lunak pajak untuk mencatat PPN dengan tarif baru. Ini membutuhkan investasi waktu dan biaya, terutama bagi perusahaan besar dengan volume transaksi tinggi.

  • Pengaruh terhadap Kredit Pajak
    Bisnis yang memiliki kredit pajak (input tax) dari PPN atas pembelian barang dan jasa dapat mengklaim pengurangan pajak yang dibayarkan. Dengan tarif baru, jumlah kredit pajak yang dapat diklaim juga akan meningkat.

 

author avatar
Sapitri
I have experience working in the health sector as a medical equipment regulator, in the tax sector as a tax consultant, and in the administration sector as head of company administration.

Table of Contents

Tinggalkan Balasan