Notaris: Kewajiban Pajak, DPP, dan PPh

Notaris: Kewajiban Pajak, DPP, dan PPh

Bagi orang Indonesia, Notaris merupakan pekerjaan yang sering didengar oleh masyarakat luas terutama untuk orang-orang yang sering mengurus dokumen legalitas atau jual beli properti. Sekilas pekerjaan Notaris tidak lebih dari mengurus tanah, tapi sebenarnya ada banyak tipe pekerjaan Notaris yang kompleks serta menjadi penentu pembayaran pajak bagi mereka. Berikut penjelasan singkat tentang notaris serta pajak yang melekat padanya.

Definisi dan Tugas

Notaris adalah seorang pejabat umum yang memiliki wewenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya. Klasifikasi Baku Jabatan Indonesia menyebutkan bahwa tugas notaris adalah:

  • Memberi penyuluhan hukum pada atas tindakan hukum yang notaris lakukan atas permintaan klien.
  • Membuat akta otentik atas segala perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/ atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan.
  • Menjamin kepastian tanggal pembuatan akta.
  • Menjaga dan menyimpan akta klien.
  • Memberikan salinan, kutipan dan grosse akta, sesuai dengan ketentuan Undang Undang.
  • Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan tanggal pembuatan surat atau legalisasi.

Hak Notaris dalam Lingkup Pajak

Notaris mempunyai hak yang sama dengan wajib pajak lain. Karena Wajib pajak memiliki hak yang tidak dibatasi dari jenis profesi apapun. Berikut hak notaris dalam lingkup pajak:

  1. Berhak untuk mendapat kembalian atas pembayaran pajak yang sudah dibayarkan, yang sudah dipotong atau dipungut. Kondisi ini hanya bisa diklaim jika pajak tersebut telah dibayar, dipotong dan dipungut dengan jumlah yang lebih tinggi dari yang seharusnya.
  2. Berhak untuk mengajukan keberatan, banding, dan peninjauan kembali.
  3. Saat diperiksa, Notaris yang merupakan wajib pajak berhak untuk:
    1. meminta surat perintah atas pemeriksaan
    2. melihat tanda pengenal pihak pemeriksa
    3. memperoleh penjelasan tentang maksud dan tujuan dari pemeriksaan
    4. mendapatkan rincian tentang hasil pemeriksaan, misalnya perbedaan antara hasil pemeriksaan dan surat pemberitahuan (SPT)
    5. Ada ketika membahas hasil akhir pemeriksaan dalam batas waktu yang telah ditentukan
  4. Mendapat jaminan kerahasiaan data seperti:
    1. Laporan keuangan, data SPT, serta dokumen pendukung lainnya.
    2. Dokumen atau data dari pihak ketiga yang sifatnya rahasia
    3. Berkas atau data rahasia wajib pajak 
  5. Menunda pembayaran
  6. Mengangsur pembayaran
  7. Menunda pelaporan SPT Tahunan
  8. Mendapat pengurangan PPh Pasal 25 dan PBB
  9. Mendapat fasilitas pembebasan pajak
  10. Mendapat kembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
  11. Mendapat insentif pajak.

Kewajiban Notaris dalam Lingkup Pajak

Apapun profesinya, wajib pajak memiliki kewajiban yang sama termasuk Notaris. Kewajiban Notaris yang harus dilakukan adalah:

  1. Memenuhi ketentuan objektif dan subjektif sebagai wajib pajak. Jika penghasilannya > Rp 4,8 Miliar  per tahun, maka Notaris tersebut harus melaporkan usahanya dan dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). 
  2. Wajib menghitung, membayar, melakukan pemotongan dan melaporkan pajak.
    1. Membayar PPh Pasal 25/29 atas penghasilan yang telah didapatkan selama tahun pajak berlangsung.
    2. Pemotongan atas PPh Pasal 21 jika Notaris tersebut memiliki karyawan.
    3.  Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) jika Notaris tersebut adalah penyewa tempat. Selama pemilik tempat merupakan orang pribadi sehingga Notaris tersebut ditunjuk sebagai pemotong.
    4. Wajib menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) PPh Orang Pribadi
    5. Notaris dengan status wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas wajib menggelar pembukuan. Jika Notaris memiliki penghasilan < Rp 4,8 Miliar artinya ia boleh memilih metode pencatatan.
    6.  Wajib menyampaikan SPT PPh Masa 21.
    7. Notaris yang telah dikukuhkan sebagai PKP, Ia berkewajiban memungut, menyetor dan menyampaikan SPT Masa PPN.
Jika Notaris mendapat penghasilan dari jasa pekerjaan bebas, penghasilan itu tidak masuk ke dalam kategori penghasilan dari usaha yang kena PPh final. Kategori penghasilan Notaris dari jasa pekerjaan bebas adalah menjadi tenaga ahli yang telah melakukan pekerjaan bebas seperti akuntan, pengacara, Notaris, dokter, konsultan, notaris, PPAT.

DPP atau Dasar Pengenaan Pajak

Menurut Pasal 4 ayat (1) Undang Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) penghasilan adalah tambahan ekonomis yang diperoleh wajib pajak. Notaris yang adalah wajib pajak memperoleh penghasilan dari Indonesia maupun luar Indonesia, penghasilan tersebut bisa digunakan untuk konsumsi atau menambah aset dan kekayaan. Penghasilan notaris biasanya dari hal-hal berikut ini:

  1. Honor sesuai dengan nilai ekonomis dan sosiologis dari tiap akta yang dibuat notaris. Ketentuan penghitungan nilai tersebut berdasarkan tabel berikut ini:
Nominal Persentase Maksimal
Sampai dengan Rp 100.000.000 atau ekuivalen dengan gram emas pada masa itu 2.5%
Rp 100.000.000 s/d Rp 1.000.000.000.000 Rp 1.5%
> Rp 1.000.000.000 Didasarkan dengan kesepakatan antara notaris dengan pihak-pihak dan tidak boleh lebih dari 1%

Nilai sosiologis yang dimaksud adalah berdasarkan ketentuan UU No. 30/2004 tentang Jabatan Notaris yang ditentukan dari fungsi sosial dari objek tiap akta dengan honor yang diterima paling besar Rp 5.000.000.

  1. Pendapatan atau penghasilan dari pekerjaan luar notaris, seperti usaha kepemilikan toko roti, mendapat hadiah, komisi, atau imbalan, royalti, hadiah, keuntungan dari penjualan atau pengalihan harta.
  2. Penghasilan yang kena PPh Final seperti bunga tabungan, deposito, penjualan saham bursa efek, dividen, sewa properti.
  3. Penghasilan dari luar negri.

Penting bagi Notaris untuk mengerti dasar pengenaan pajak (DPP) dari penghasilan mereka Namun penentuan DPP ini berdasarkan kondisi yang disesuaikan dengan angka penghitungan dan metode pelaporan.

Kondisi Notaris menggunakan metode pembukuan

Jika Notaris menggunakan metode pembukuan, maka cara menghitung penghasilan neto yaitu:

Penghasilan netto = Penghasilan Bruto – Biaya usaha 

Biaya usaha dalam rumus tersebut adalah semua biaya yang digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. 

Kondisi Notaris menggunakan metode pencatatan

Jika seorang Notaris menggunakan metode pencatatan, cara menghitung penghasilan neto menggunakan rumus berikut: 

Penghasilan Neto = Norma x Penghasilan Bruto

Norma yang ada dalam rumus tersebut adalah norma penghitungan penghasilan neto (NPPN) yang untuk seorang Notaris dikenakan 50% dan berlaku di seluruh wilayah di Indonesia. Dari penghitungan diatas, Anda akan tahu penghasilan neto seorang Notaris dan selanjutnya Notaris harus menghitung penghasilan kena pajak dengan cara:

Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan netto – Penghasilan Tidak Kena Pajak

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ditentukan dengan paparan berikut ini:

Keterangan Besaran PTKP
Atas diri sendiri wajib pajak orang pribadi Rp 54.000.000
Tambahan untuk wajib pajak kawin Rp 4.500.000
Tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami Rp 54.000.000
Tambahan untuk tiap tanggungan  Rp 4.500.000

Setelah mengetahui penghasilan kena pajak, kemudian ada tahapan perhitungan pajak terutang. Cara penghitungan pajak terutang adalah dengan mengalikan PKP dengan tarif PPh Pasal 17 orang pribadi.

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
sampai dengan Rp 60.000.000 5%
Rp 60.000.000 s/d Rp 250.000.000 15%
Rp 250.000.001 s/d Rp 500.000.000 25%
Rp 500.000.001 s/d Rp 5.000.000.000.000 30%
> Rp 5.000.000.000 35%

Membayar jasa Notaris

Perusahaan yang melakukan pembayaran atas jasa Notaris, maka perusahaan tersebut yang adalah klien atau pemberi kerja harus memotong pendapatan PPh Pasal 21 atas jasa tenaga ahli. Berdasarkan PMK 168/2023, tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, maka jasa yang mereka berikan kena pemotongan PPh Pasal 21. Berikut cara menghitungnya:

PPh Pasal 21 = (50% x Penghasilan) x Tarif Pasal 17 ayat (1)

Dengan adanya pemotongan PPh pasal 21 oleh pihak pemberi kerja, maka mereka harus membuat bukti potong kepada Notaris. Bukti potong yang diterima bisa menjadi kredit pajak untuk periode tahun pajak atau bagian Tahun Pajak terutangnya penghasilan. 

Atas pemotongan PPh Pasal 21 yang dilakukan oleh pemberi kerja sebagai pihak pemotong pajak. Pemotong Pajak wajib membuat bukti potong serta memberikan bukti potong tersebut kepada penerima penghasilan (notaris). Bagi notaris, bukti potong yang diterima dapat menjadi kredit pajak untuk Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak terutangnya penghasilan.

Jasa Notaris asing

Bila perusahaan menggunakan jasa Notaris asing, maka pemberi kerja harus melakukan penghitungan pajak berdasarkan PPh Pasal 26 dengan tarif 20% sesuai dengan persetujuan penghindaran pajak berganda yang berlaku.

Pemberian jasa Notaris ke luar negeri

Jika Notaris memberikan jasa Notaris ke luar negri, maka bukti pemotongan pajak penghasilan di luar negeri bisa dikreditkan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

author avatar
Josephine Krisna

Table of Contents

Tinggalkan Balasan