Perbandingan Kode HS di Indonesia dengan Negara Lain

Di era perdagangan internasional yang dinamis, para eksportir Indonesia dituntut untuk adaptif dalam memahami sistem persaingan global. Untuk itu, memahami dan menerapkan harmonized system code atau kode HS secara tepat menjadi tindakan yang sangat krusial. Pasalnya, pemahaman mengenai kode HS dapat menjadi senjata ampuh para pelaku usaha untuk meraih kesuksesan di pasar internasional. Kode HS inilah yang kemudian dapat membantu para eksportir untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan produknya dengan tepat, sehingga dapat meminimalisir resiko terjadinya hambatan dalam kegiatan usahanya. Selain itu, kode HS juga dapat membantu pelaku usaha untuk membuka peluang pasar di kancah internasional.

Dalam perdagangan internasional, kode HS digunakan untuk menentukan tarif bea masuk dan pajak ekspor maupun impor. Uniknya, meskipun kode HS memiliki struktur dasar yang relatif sama di semua negara, penerapannya dapat bervariasi tergantung pada regulasi perdagangan masing-masing negara. Lantas, bagaimana jika terjadi perbedaan penerapan kode HS di beberapa negara? Apakah akan menimbulkan masalah baru karena terjadinya perbedaan pengklasifikasian barang dan perbedaan tarif? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, baiknya kita pahami dulu bagaimana penerapan kode HS di beberapa negara dan perbandingannya dengan di Indonesia.

Struktur kode HS

Kode HS terbentuk dari rangkaian angka dengan digit yang berbeda-beda di setiap negara yang menggunakannya. Jumlah digit dalam kode HS tiap negara dapat berbeda sesuai dengan kebijakan pemerintah masing-masing negara. Di Indonesia sendiri menggunakan 10 digit nomor, dimana enam digit awal dibuat oleh WOC dan berlaku secara internasional. Negara-negara di ASEAN pun sepakat membuat ASEAN Harmonized Tarif Nomenclature (AHTN) yang terdiri dari delapan digit. Jadi, kode HS yang berlaku di Indonesia ini sudah mengikuti sistem yang disepakati oleh AHTN ya! Sedangkan negara di Eropa menggunakan delapan digit untuk barang yang diekspor dari Eropa termasuk Inggris. Untuk barang yang diimpor ke Eropa dan termasuk Inggris menggunakan 10 digit penomoran. Dengan adanya perbedaan panjang kode ini, maka dapat tercermin tingkat detail klasifikasi yang berbeda untuk tiap negara.

Setelah mengetahui jumlah digit dalam kode HS, sekarang mari kita bedah lagi strukturnya. Enam digit angka terdepan yang sudah ditentukan oleh WCO merupakan 97 bab yang berlaku di perdagangan internasional. Sistem enam digit angka ini dapat diperluas menjadi sub kategori yang digunakan oleh masing-masing negara. Sistem penomoran dalam HS dibagi menjadi Bab yang terdiri dari 2 digit, pos yang terdiri dari 4-digit, dan sub-pos yang terdiri dari 6-digit.

Kode HS hanya boleh berupa angka dengan ketentuan sebagai berikut:

  • Tanpa titik
  • Tanpa koma
  • Tanpa spasi
  • Tanpa tanda tanya
  • Tanpa tanda hubung

Contoh bentuk kode HS adalah seperti 61091000. Kode ini merupakan pengklasifikasian yang digunakan untuk pakaian luar yang terbuat dari bahan katun.

Kode HS di Indonesia

Di Indonesia, kode HS digunakan sebagai dasar untuk menentukan tarif bea masuk dan pajak ekspor serta impor. Tiap tahunnya, Kementerian Keuangan Indonesia menerbitkan Tarif Bea Masuk Indonesia yang didalamnya berisi daftar lengkap kode HS beserta tarifnya. Namun, pada prakteknya seringkali terjadi kesalahan dalam mengklasifikasikan barang. Pasalnya, beberapa barang kerap memiliki spesifikasi yang unik dan tidak biasa. Hal ini kemudian dapat menyebabkan kesulitan dalam menentukan klasifikasi yang tepat dan berujung pada penentuan tarif bea masuk dan pajak ekspor maupun impor yang dikenakan.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa saat ini Indonesia menggunakan 10 digit kode HS. Ada banyak alasan mengapa Indonesia menerapkan sistem tersebut, diantaranya adalah:

  • Untuk meningkatkan tingkat akurasi dalam pengklasifikasian suatu produk
  • Untuk menghadirkan data statistik perdagangan yang lebih baik, rinci, dan akurat
  • Untuk memenuhi kebutuhan perdagangan internasional

Perbandingan dengan negara lain

  • Amerika Serikat

AS juga turut menggunakan kode HS sebagai dasar untuk menentukan tarif bea masuk dan pajak untuk barang ekspor maupun impor. Namun, AS memiliki Tambahan Tarif Bea Masuk atau yang biasa disebut dengan Additional Import Duties. Tambahan tarif ini diterapkan sesuai dengan darimana suatu barang tersebut berasal. Selain itu, AS juga memiliki Sistem Tarif Harmonis (HTS) yang merupakan perpanjangan dari kode HS dengan sub-kategori tambahan. Di satu sisi, HTS dapat memberikan fleksibilitas dalam mengklasifikasikan barang, namun di sisi lainnya proses pengklasifikiasian bisa menjadi semakin ribet dan kompleks.

  • Uni Eropa (UE)

Jika di AS terdapat Tambahan Tarif Bea Masuk, maka di UE berlaku Sistem Tarif Gabungan (Combined Nomenclature). Dengan diberikannya sub-kategori tambahan, maka proses klasifikasi menjadi lebih terperinci, khususnya untuk produk-produk yang unik dan inovatif. Selain memberikan kelebihan, tentunya sistem ini pun memiliki kekurangan. Sama seperti di AS, penambahan sub-kategori dapat menyebabkan tingkat kesulitan yang lebih tinggi dalam melakukan klasifikasi.

  • Tiongkok

Tiongkok turut menggunakan kode HS dalam regulasi perdagangan internasionalnya. Namun, klasifikasi barang di Tiongkok dapat memiliki interpretasi yang lebih luas maupun lebih ketat tergantung pada interpretasi pihak berwenang. Selain itu, kode HS di tiongkok juga kerap kali mendapat perhatian global, terutama dalam konteks perselisihan perdagangan internasional.

Perbandingan penggunaan kode HS di Indonesia dengan beberapa negara lain:

AspekIndonesiaASUETiongkok
Panjang kode HS10 digit10 digit (dengan 4 digit tambahan untuk sub-kategori)8 digit (dengan 2 digit tambahan untuk sub-kategori)10 digit
Penggunaan kode HSDigunakan untuk menetapkan tarif bea masuk, pajak ekspor & impor, serta menentukan regulasi perdaganganDigunakan untuk menetapkan tarif bea masuk, pajak ekspor & impor, serta menentukan regulasi perdaganganDigunakan untuk menetapkan tarif bea masuk, pajak ekspor & impor, serta menentukan regulasi perdaganganDigunakan untuk menetapkan tarif bea masuk, pajak ekspor & impor, serta menentukan regulasi perdagangan
Tarif Bea MasukBTBMI berisi daftar lengkap kode HS beserta tarifnyaAdanya Additional Import Duties yang dapat diterapkan tergantung dari asal barangAdanya Combined Nomenclature dengan menambahkan sub-kategori tambahanMemiliki interpretasi yang lebih luas ataupun ketat tergantung pada interpretasi pihak berwenang
Klasifikasi BarangTantangan dalam mengklasifikasikan barang yang memiliki spesifikasi unik dan tidak umumAdanya fleksibilitas dalam klasifikasi barang dengan HTSMemiliki klasifikasi yang lebih rinci dengan Combined NomenclatureKlasifikasi barang bergantung pada interpretasi pihak berwenang

Sebagai contoh, mari kita coba bandingkan klasifikasi kode HS untuk produk daging babi dan buah jeruk mandarin di Indonesia dan di Uni Eropa:

  1. Daging Babi

Indonesia (Kode HS 10 digit)

  HS 0206.21.10: Daging babi segar, dingin, atau beku, tanpa tulang, kecuali daging babi cincang, bagian kaki

  HS 0206.21.20: Daging babi segar, dingin, atau beku, tanpa tulang, kecuali daging babi cincang, bagian bahu

  HS 0206.21.30: Daging babi segar, dingin, atau beku, tanpa tulang, kecuali daging babi cincang, bagian perut

  HS 0206.21.40: Daging babi segar, dingin, atau beku, tanpa tulang, kecuali daging babi cincang, bagian punggung

  HS 0206.21.90: Daging babi segar, dingin, atau beku, tanpa tulang, kecuali daging babi cincang, bagian lain

Uni Eropa (Kode HS 8 digit)

HS 0206.22: Daging babi segar, dingin, atau beku, tanpa tulang, kecuali daging babi cincang, bagian kepala

Jika diperhatikan, Indonesia mengklasifikasikan daging babi secara lebih detail dengan membedakan bagian-bagian tubuhnya (kaki, bahu, perut, punggung, dan bagian lain). Hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki kode HS yang lebih panjang sehingga dapat mengkategorikan sebuah produk dengan lebih jelas. Di sisi lain, hal ini juga menunjukkan bahwa fokus Indonesia berada pada kualitas dan keamanan pangan, dan memastikan asal usul daging dengan lebih spesifik

  1. Jeruk mandarin

Indonesia (Kode HS 10 digit)

  • HS 0807.10.10: Jeruk mandarin (termasuk mandarin satsuma), segar atau dingin, dengan kulit
  • HS 0807.10.20: Jeruk mandarin (termasuk mandarin satsuma), segar atau dingin, tanpa kulit

Uni Eropa (Kode HS 8 digit)

  • HS 0807.20: Jeruk mandarin (termasuk mandarin satsuma), segar atau dingin, kecuali clementine

Dapat dilihat bahwa perbedaan klasifikasi ini menunjukkan fokus Uni Eropa berada pada aspek varietas jeruk mandarin (misalnya, clementine), sedangkan Indonesia lebih berfokus pada kondisi fisik jeruk (misalnya, dengan atau tanpa kulit).

Tantangan dan peluang

Meskipun kode HS merupakan sebuah standar internasional, namun adanya perbedaan dalam penerapan dan interpretasi dapat menjadi permasalahan dalam perdagangan internasional. Misalnya ketika terjadinya kebingungan dalam memahami kode HS suatu produk yang kemudian berujung pada terhambatnya proses pengiriman maupun penerimaan barang. Selain itu, bagi yang baru saja memulai berbisnis sebagai eksportir, adanya perbedaan struktur klasifikasi dapat membingungkan dan sulit dipahami. Di Indonesia sendiri, tantangan utamanya adalah ketika mengelompokkan barang dengan spesifikasi unik dan rumit.

Namun, para eksportir pemula tidak perlu khawatir jika menghadapi tantangan ini. Dengan mempelajari struktur klasifikasi, maka diharapkan akan dapat lebih memahami perbedaan penggunaan kode HS di Indonesia dengan negara lain. Jika masih buntu, jangan sungkan untuk berkonsultasi dengan instansi terkait seperti Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atau asosiasi eksportir.

Dengan membandingkan penerapan kode HS di Indonesia dengan di negara-negara lain, kita dapat melihat bahwa meskipun prinsip dasar kode HS sama, namun ada variasi dalam penggunaannya. Sehingga, penting bagi pelaku usaha di pasar global untuk memiliki pemahaman yang mendalam mengenai klasifikasi produk. Tetap semangat dan terus berusaha!

FAQs

Apa yang dimaksud dengan Harmonized System Code (Kode HS)?

Kode HS merupakan daftar dasar penggolongan barang yang menjadi acuan untuk menentukan tarif bea masuk tiap barang impor maupun ekspor serta ketentuan regulasi lainnya yang berlaku untuk suatu produk tertentu.

Apakah HS code setiap negara berbeda?

Kode HS antar negara bisa berbeda dan bisa terdiri lebih dari enam digit angka. Namun enam digit awal biasanya sudah ditentukan oleh WCO.

Apa saja yang membedakan penggunaan kode HS di Indonesia dengan negara lain?

Perbedaan dalam penggunaan kode HS dapat terjadi dalam hal tarif bea masuk, sistem tambahan seperti Additional Import Duties di AS, dan sub-kategori tambahan seperti Combined Nomenclature di UE.

Bagaimana cara mengatasi tantangan dalam mengklasifikasikan barang?

Pemahaman yang mendalam tentang kode, konsultasi dengan tenaga ahli, dan tetap update jika ada perubahan dalam regulasi perdagangan yang terbaru

author avatar
Nadira Karamina
Content writer passionate about economics, marketing, wellness, and psychology. Crafting compelling narratives to ignite minds and stir souls.

Table of Contents

Tinggalkan Balasan