PAJAK DALAM TRANSAKSI JUAL BELIBARANG

Setiap kali Anda belanja, baik itu beli ponsel baru atau secangkir kopi, jangan lupa tentang pajak. Pajak bukan cuma biaya tambahan di struk belanja, tapi juga pondasi sistem perpajakan yang berpengaruh pada setiap jual beli.

Setiap kali kita berbelanja, pasti ada pajak yang harus kita bayar, baik itu pajak penjualan atau pembelian. Meskipun keduanya terkait, tapi punya perbedaan penting dalam perpajakannya. Pajak penjualan itu dikenakan saat kita beli barang atau jasa dari penjual untuk konsumsi langsung. Artinya, setiap kali kita beli sesuatu dan bayar, kita bisa kena pajak penjualan. Itu pajak yang kita bayar ketika kita beli barang atau jasa untuk digunakan langsung. Jadi, setiap kali kita bayar untuk sesuatu, bisa jadi kita juga bayar pajak penjualan.

PAJAK JUAL DAN PAJAK BELI

Di Indonesia, setiap kali melakukan transaksi jual beli, kita pasti akan menemui pajak yang tidak asing lagi, yaitu Pajak Pertambahan Nilai atau PPN. Namun, di negara lain, pajak ini bisa memiliki nama yang berbeda, seperti Pajak Nilai Tambah (Value Added Tax/VAT) atau Pajak Barang dan Jasa (Goods and Services Tax/GST). Meskipun istilah dan implementasinya bervariasi, konsep dasar pengenaan pajak atas nilai transaksi penjualan kepada konsumen akhir tetap sama.

Sementara itu, pajak pembelian merupakan pajak yang dikenakan atas pembelian barang atau jasa oleh individu atau kelompok bisnis dari penjual, sebelum barang atau jasa tersebut dipindahtangankan kepada konsumen akhir. Pajak pembelian dapat dikenakan pada berbagai tingkatan dalam rantai pasokan, tergantung pada struktur perpajakan yang berlaku di suatu negara atau wilayah. Dalam beberapa kasus, pajak pembelian dikenakan hanya pada tingkat produksi atau impor barang, sementara dalam kasus lain, pajak ini juga dapat dikenakan pada tingkat grosir atau distributor sebelum mencapai pengecer atau konsumen akhir.

Perbedaan utama antara pajak penjualan dan pajak pembelian terletak pada waktu dan titik pengenaan pajak. Pajak penjualan dikenakan pada tahap akhir yaitu kepada konsumen akhir, sementara pajak pembelian dikenakan pada pembelian barang atau jasa sebelum mencapai konsumen akhir. Meskipun keduanya sangat berkontribusi pada pendapatan pemerintah dan juga sebagai bagian integral dari sistem

perpajakan, perbedaan dalam titik pengenaannya dapat memiliki implikasi yang signifikan seperti dalam hal administrasi, kepatuhan, dan dampak ekonomi.

Kedua pajak tersebut juga memiliki tujuan yang mirip, yaitu sebagai sumber pendapatan bagi pemerintah untuk mendukung berbagai program dan layanan publik, dan juga untuk mengatur ekonomi dengan cara yang efisien. Kedua jenis pajak ini dapat digunakan oleh pemerintah untuk mengontrol konsumsi, mendorong investasi, dan mempengaruhi pola belanja masyarakat.

kedua jenis pajak ini juga dapat menimbulkan beberapa masalah atau kontroversi. Misalnya, pajak penjualan sering kali dianggap sebagai pajak yang regresif, karena secara proporsional lebih membebani bagi mereka dengan pendapatan rendah daripada mereka dengan pendapatan tinggi. Di sisi lain, pajak pembelian dapat menimbulkan beban administrasi yang tinggi bagi pelaku bisnis, terutama jika ada berbagai tingkatan pajak yang dikenakan dalam rantai pasokan.

PPN PADA TRANSAKSI JUAL BELI BARANG

PPN dalam jual beli barang saat ini dikenakan sebesar 11% seperti yang sudah tercantum dalam ketentuan Undang-Undang No. 7 tahun 2021, yaitu pasal 4 angka 2 UU 7/2021. Dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 April 2022.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sebuah barang dapat dibagi menjadi beberapa kategori untuk memahami lebih lanjut tentang bagaimana pajak ini diterapkan dan dampaknya terhadap harga jual barang tersebut. Berikut adalah beberapa kategori PPN pada sebuah barang:

  1. PPN pada Barang Konsumen: Di Indonesia, PPN pada barang konsumen diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang dan Jasa. Menurut undang-undang ini, barang-barang yang termasuk dalam kategori konsumen akan dikenai PPN dengan tarif umum sebesar 10%. Namun, beberapa barang tertentu, seperti beras, garam, obat-obatan, dan barang-barang tertentu lainnya, dapat dikenai tarif nol persen atau diberikan pembebasan pajak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
  2. PPN pada Barang Mewah: PPN pada barang mewah juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Barang mewah dikenai tarif PPN yang lebih tinggi, biasanya sebesar 10% atau 20%, tergantung pada jenis barangnya. Selain tarif yang lebih tinggi, pemerintah Indonesia juga menerapkan pajak tambahan berupa Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sesuai dengan

ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

  No.  Kategori per golongan barang  Tarif PPnBM per kategori
  1.  Kendaraan umum, alat rumah tangga, dll.  10%
  2.  Apartemen, hunian mewah, town house, dll.  20%
  3.  Kendaraan berat seperti truk, pick up, dll.  25%
  4.  Tas mewah, kristal, bahan kulit, dll.  35%
  5.  Balon udara, pesawat tanpa tenaga penggerak, dll.  40%
  6.  Jet pribadi, helikopter, dll.  50%
  7.  Kapal pesiar, kapal feri, yacht, dll.  75%

  • PPN pada Barang Kebutuhan Pokok: Untuk barang kebutuhan pokok, PPN diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Beberapa barang kebutuhan pokok seperti beras, gula, minyak goreng, dan obat-obatan tertentu diberikan tarif nol persen atau pembebasan pajak untuk meringankan beban konsumen.
  • PPN pada Barang Modal: PPN pada barang modal diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Barang-barang modal yang dikenai PPN biasanya diberikan pembebasan pajak atau tarif pajak yang lebih rendah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang dapat diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
  • PPN pada Barang Impor: PPN pada barang impor diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. PPN atas barang impor dikenakan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang tersebut, yang mencakup tarif PPN umum dan tarif PPN khusus untuk barang-barang tertentu, serta pemberlakuan PPN sebagai salah satu komponen bea masuk yang harus dibayarkan oleh importir.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk merancang kebijakan perpajakan yang tepat sesuai dengan tujuan ekonomi, sosial, dan fiskal mereka. Karena setiap kategori PPN memiliki implikasi yang berbeda terhadap harga jual barang, pola konsumsi masyarakat, dan penerimaan pajak bagi pemerintah.

PELAPORAN PAJAK

Sebagai bagian dari sistem perpajakan sebuah negara, kewajiban melaporkan pajak memainkan peran krusial dalam mengumpulkan pendapatan yang diperlukan untuk mendukung fungsi-fungsi pemerintahan dan pembangunan ekonomi. Dalam konteks transaksi jual beli, kewajiban ini menuntut setiap pelaku usaha untuk secara teliti melacak, melaporkan, dan membayar pajak yang terutang atas pendapatan yang mereka peroleh dari penjualan barang atau jasa. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perpajakan menegaskan pentingnya ketaatan terhadap kewajiban pelaporan pajak, khususnya dalam transaksi jual beli barang mewah atau yang berpotensi membahayakan kesehatan. Mari kita telaah beberapa poin penting yang diatur dalam undang-undang ini:

  1. Pengenaan PPN Lebih Tinggi untuk Barang-Barang Mewah dan Berpotensi Berbahaya: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 menetapkan bahwa barang-barang mewah atau yang berpotensi membahayakan kesehatan dikenai pajak pertambahan nilai (PPN) dengan tarif yang lebih tinggi. Ini bertujuan untuk mengendalikan konsumsi barang-barang tertentu yang dianggap tidak mendukung kesejahteraan masyarakat.
  2. Kewajiban Membuat Faktur Pajak: Pasal 7 dari undang-undang tersebut mewajibkan setiap pelaku usaha yang menjual barang-barang yang kena pajak untuk membuat faktur pajak. Faktur pajak ini merupakan bukti resmi bahwa PPN telah dikenakan pada transaksi tersebut, yang nantinya akan digunakan dalam pelaporan pajak.
  3. Kewajiban Menyetor PPN yang Terutang: Selain membuat faktur pajak, pelaku usaha juga diwajibkan oleh Pasal 8 untuk menyetor PPN yang terutang ke kas negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini penting untuk memastikan

bahwa pendapatan pajak dari transaksi tersebut diterima oleh pemerintah untuk digunakan dalam pembangunan dan pelayanan publik.

  • Sanksi Bagi Pelanggaran Pelaporan Pajak: Pasal 30 dan 31 mengatur tentang sanksi administratif bagi pelaku usaha yang tidak memenuhi kewajiban pelaporan pajak. Sanksi tersebut bisa berupa denda administratif atau bahkan pembekuan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang akan menghambat pelaku usaha tersebut untuk melakukan transaksi bisnis secara legal.

PENGECUALIAN DAN PENGURANGAN PAJAK

Pada dasarnya ketetapan pajak pada transaksi jual beli sebuah barang terdapat kebijakan kebijakan untuk pengecualian dan pengurangan pajak yang bertujuan memberikan stimulus ekonomi, mengundang investor untuk berinvestasi, serta menyeimbangkan harga untuk kesejahteraan rakyat. Di Indonesia aturan mengenai kebijakan tersebut sudah diatur dalam peraturan perundang undangan nomor 7 tahun 2021 tentang harmonisasi perpajakan. Di dalam undang undang tersebut tertera tentang ketentuan dan pelaksanaannya.

Kebutuhan pokok merupakan salah satu pengecualian pajak yang paling umum. Seperti halnya Beras, gula, minyak goreng, bumbu bumbu, serta obat obatan tertentu terdapat pengecualian dengan tarif nol persen atau pembebasan harga pada pajak. Kebijakan ini dibuat dalam upaya meringankan pembelian bahan baku untuk masyarakat dengan daya beli rendah sehingga kebutuhan pangan sehari hari dapat terpenuhi.

Beberapa sektor yang dianggap penting untuk pengembangan ekonomi nasional terkadang mendapatkan kebijakan pengecualian pajak. Dalam rangka mendorong pertumbuhan industri dan juga investor baik asing ataupun dalam negeri, Pemerintah dapat membuat kebijakan pengecualian atau pengurangan pajak. Seperti contoh untuk sektor sektor di bidang industri, teknologi tinggi, manufaktur, dan juga energi terbarukan, diberikan sebuah kebijakan pengecualian dan pengurangan. Upaya pengurangan atau pengecualian pajak di sektor ini agar menciptakan lapangan kerja, menarik investor, dan meningkatkan daya saing industri nasional.

Selain pengecualian, pengurangan pajak juga merupakan instrumen yang sering digunakan untuk merangsang aktivitas ekonomi. Pengurangan tarif pajak dapat diberikan dalam berbagai bentuk, seperti pengurangan tarif umum, insentif pajak regional, atau pengurangan tarif spesifik untuk produk-produk tertentu. Misalnya, pemerintah dapat memberlakukan pengurangan pajak untuk industri-industri tertentu yang beroperasi di daerah tertentu, dengan tujuan untuk mengurangi disparitas pembangunan antar daerah dan mendorong pertumbuhan ekonomi regional.

Pada tingkat internasional, pengurangan pajak juga dapat diberikan dalam bentuk perjanjian perpajakan bilateral atau multilateral antara negara-negara. Dalam konteks perdagangan internasional, perjanjian semacam itu dapat mencakup pengurangan atau penghapusan pajak ekspor, impor, atau pajak lainnya untuk meningkatkan arus perdagangan antar negara.

KONSEKUENSI PENGABAIAN

Konsekuensi yang serius akan dikenakan jika dengan sengaja melakukan pengabaian pajak. Konsekuensi tersebut berlaku bagi individu maupun pelaku perekonomian secara menyeluruh. Berikut adalah jenis-jenis Konsekuensi yang dapat dikenakan akibat pengabaian pajak seperti:

  1. Sanksi Hukum: Pengabaian pajak jelas merupakan sebuah pelanggaran terhadap undang-undang perpajakan yang dapat mengakibatkan sanksi hukum. Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) serta undang-undang perpajakan lainnya mengatur sanksi-sanksi bagi pelanggar pajak, termasuk denda, penalti, bahkan hukuman pidana bagi pelaku usaha yang dengan sengaja melakukan penggelapan pajak.
  2. Denda dan Sanksi Administratif: Pihak yang terlibat dalam pengabaian pajak dapat dikenai denda dan sanksi administratif oleh otoritas pajak. Denda ini dapat berupa persentase tertentu dari jumlah pajak yang seharusnya dibayarkan, serta tambahan biaya administratif.
  3. Kehilangan Kepercayaan dan Reputasi: Pengabaian pajak dapat merusak reputasi individu atau perusahaan di mata masyarakat dan dunia usaha. Dengan kehilangan kepercayaan dari konsumen, mitra bisnis, atau pihak lainnya akan sangat berdampak negatif terhadap kelangsungan bisnis dan hubungan profesional.
  4. Pembekuan Rekening dan Penahanan Aset: Otoritas pajak memiliki kewenangan untuk melakukan pembekuan rekening dan penahanan aset jika terdapat tunggakan pajak yang belum diselesaikan. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa pajak yang terutang dapat segera dibayarkan.
  5. Gangguan Operasional Bisnis: Pengabaian pajak dapat menyebabkan gangguan operasional pada bisnis. Pembayaran denda dan biaya tambahan yang terkait dengan pelanggaran pajak dapat mengurangi likuiditas perusahaan dan mengganggu kelancaran kegiatan operasional.
  • Kemungkinan Tindakan Hukum Lebih Lanjut: Jika pelanggaran pajak dilakukan secara sistematis atau terorganisir, hal tersebut dapat mengakibatkan penyelidikan lebih lanjut dan tindakan hukum lebih lanjut oleh otoritas yang berwenang, bahkan dapat berujung pada penuntutan pidana.

juga membaca: Implementasi Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia

BAGAIMANA DENGAN PERHITUNGAN SEBUAH TRANSAKSI JUAL BELI BARANG?

Mari kita ambil contoh sederhana perhitungan pajak pada transaksi jual beli sebuah barang di Indonesia. Misalkan Anda adalah seorang pedagang yang menjual produk elektronik, seperti televisi, kepada konsumen.

Data Transaksi:

  • Harga jual komputer: Rp 5.000.000,-
  • Tarif PPN: 11%
  • Perhitungan PPN:
  • Jumlah PPN = Harga jual × Tarif PPN
  • Jumlah PPN = Rp 5.000.000,- × 11%
  • Jumlah PPN = Rp 550.000,-
  • Total Pembayaran:
  • Total pembayaran = Harga jual + PPN
  • Total pembayaran = Rp 5.000.000,- + Rp 550.000,-
  • Total pembayaran = Rp 5.550.000,-

Dalam transaksi ini, Anda akan dikenakan PPN sebesar Rp 550.000,- pada harga jual televisi Rp 5.000.000,-. Dengan demikian, total pembayaran yang harus dibayarkan oleh konsumen adalah Rp 5.500.000,-.

Penting untuk dicatat bahwa sebagai penjual, Anda bertanggung jawab untuk mengumpulkan PPN dari konsumen dan menyalurkannya ke kas negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku. PPN yang Anda kumpulkan dari konsumen akan menjadi bagian dari pendapatan pajak negara dan akan digunakan untuk mendukung berbagai program pemerintah serta pembangunan infrastruktur dan layanan publik lainnya.

author avatar
Sapitri
I have experience working in the health sector as a medical equipment regulator, in the tax sector as a tax consultant, and in the administration sector as head of company administration.

Table of Contents

Tinggalkan Balasan