Bisnis Aman Jasa Jastip Taat Pajak Dan Aturan Cukai, Bebas Denda!

Produk yang berasal dari Luar Negri memang menggiurkan apalagi jika sulit ditemui di Indonesia, maka jasa titip menjadi jalan ninja. Tak ayal bisnis jasa titip mulai menjamur dan menjadi primadona di kalangan milenial. Sayangnya banyak diantara jasa titip ini merugikan negara, karena tidak taat pajak.

Para pelakon jasa titip biasanya mencabut nota dan mengklaim barang tersebut sebagai bawaan pribadi, lalu ketika sampai di Indonesia mereka memberikannya langsung kepada pelanggan. Ada yang memberikannya langsung secara fisik dan ada pula yang mengirimkannya lewat jasa paket. Sebenarnya seberapa aman usaha jasa titip tersebut?

Memahami profesi jasa titip

Jasa titip (jastip) adalah individu yang menjual jasanya untuk membelikan barang kepada klien, sederhananya mereka adalah perpanjangan tangan pembeli untuk membeli suatu produk. Alasan konsumen mempercayakan kepada jasa titip karena keterbatasan waktu serta jangkauan untuk membeli barang yang mereka inginkan. Ketidaktersediaannya barang yang ingin konsumen beli membuat mereka menitipkan barang tersebut kepada seseorang yang sedang ada di luar negri. 

Barang jasa titip bisa apa saja selama individu yang diamanahkan untuk membeli bersedia membawa barang dan mengantarkannya kepada konsumen hingga ke alamat tujuan. Biasanya orang Indonesia memesan skin care, produk fashion, hingga makanan kepada WNI yang sedang ada di luar negri. WNI yang menawarkan jasa titip tersebut tentunya sudah mengontak pembeli sebelum berangkat ke Negara tujuan, dan biasanya membayar terlebih dahulu barang yang ingin mereka pesan (pre order).

Orang yang menawarkan jasa titip biasanya menawarkan fee tambahan, sebagai balas jasa karena telah membantu membelikan barang keinginan konsumen. Setiap orang mematok harga yang bervariasi, tergantung dari tingkat kesulitan mendapatkan barang tersebut atau jarak tempuh yang harus jastip lewati demi membeli barang tersebut. 

Jastip yang baik akan transparan mematok harga jasa mereka, misalnya uang yang harus mereka keluarkan untuk membeli tiket serta berapa lama mereka harus mengantri ke sebuah toko demi mendapatkan barang keinginan pembeli. Ada pula jastip yang mempertimbangkan bahasa sebagai tarif fee tambahan, karena mereka harus tawar menawar dengan penjual di negara lain.

Pajak Usaha Jastip di Indonesia

Bisnis jastip merupakan tipe usaha yang menguntungkan karena proses pemasarannya lewat platform media sosial atau chat messenger. Mereka tidak butuh lapak atau kios sehingga tak perlu sewa ruko. Mungkin hanya butuh ruang untuk menampung barang titipan sementara. Hal inilah yang sering dianggap sepele orang-orang sehingga merasa tak perlu membayar pajak atas jenis usaha ini.

Padahal bila dicermati lebih teliti jastip adalah jenis usaha yang dikenakan pajak. Apa saja itu?

Bea Masuk dan Pajak Terkait Impor (PDRI)

Hal in tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 203/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang Yang Dibawa Oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut. Barang yang dibawa jastip masuk ke Indonesia tidak dapat digunakan untuk keperluan komersial, misalnya untuk diperdagangkan kembali oleh WNI yang menitipkannya pada jastip. Kemudian ketentuan bea masuk yang harganya diatas 500 USD kena tarif 10%.

Contoh penghitungannya, jika seorang jastip membawa barang bawaan dari Singapura dengan total nilai 800 USD maka penghitungan bea masuknya sebagai berikut:

Nilai Pabean: USD 800 – USD 500 = USD 300

BM = 10% x USD300 = USD30

Individu manapun yang merupakan pelaku usaha jastip harus memiliki dokumen kepabeanan dan dokumen pemberitahuan tentang Pemberitahuan Barang Impor khusus) dengan aspek pajak. 

PPN

Salah satu aspek pajak masuk yang tertulis dalam Pemberitahuan Barang Impor Khusus  dengan aspek pajak adalah PPN atas impor Barang Kena Pajak senilai 10%. Mengapa Pajak Pertambahan Nilai ini terjadi dalam konteks membeli barang titipan dari luar negeri? Karena Konsep utama Pajak Pertambahan Nilai adalah pungutan pajak tambahan terhadap barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen Indonesia. Penggunaan barang atau konsumsi barangnya terjadi di Indonesia serta pungutan tersebut ditanggung konsumen. Maka barang yang berasal dari jastip juga merupakan barang yang berasal dari luar negeri dan dikonsumsi di Indonesia, sehingga pembeli wajib membayar PPN sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

PPh

Untuk Pajak Penghasilan (PPh 22) yang mana pasal tersebut mengatur barang yang dikenakan atas kegiatan impor. Pajak ini akan dipotong oleh satu pihak terhadap satu Wajib Pajak (WP) yang berdagang barang impor yang konteksnya dalam hal ini adalah seorang jastip. PPh pasal 22 tentang impor barang justru berbeda dangan pasal lain karena pertimbangannya tergantung pemungut pajak, objek pajaknya dan tipe transaksi, seperti:

  • Bila menggunakan Angka Pengenal Importir (API), biaya yang dikenakan 2,5% lalu dikalikan nilai impor.
  • Apabila tidak menggunakan API, tarif yang dikenakan sebesar 7,5% yang kemudian dikalikan nilai impor.
  • Andaikata impor yang tidak dikuasai, tarif yang dikenakan 7,5% yang kemudian dikalikan nilai lelang.

Jika kasusnya sama seperti contoh jastip yang membawa barang bawaan senilai 800 USD maka penghitungan PPh dan PPN sebagai berikut:

PPN = 11% x USD330 (Nilai Pabean + BM)

PPh= 0,5 s.d. 10% x USD330 (jika punya NPWP); atau

PPh= 1 s.d. 20% x USD330 (jika tidak punya NPWP)

Cermati Pajak Dari Sekarang

Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM)

Jika barang jastip adalah barang yang masuk golongan barang mewah, ada tambahan PPnBM dengan tarif sekurang-kurangnya 10% hingga maksimal 200% hal itu tercantum dalam Pasal 8 UU 42 tahun 2009. 

Pihak DJP kini meluncurkan aplikasi Electronic Customs Declaration (ECD) yang memfasilitasi pelaku usaha jastip untuk memudahkan dokumen yang diperlukan. 

Kewajiban Pemilik Usaha Jastip

Bagi pelaku usaha jastip, adapun hal perpajakan dalam penghitungan, pelaporan dan setoran kepada DJP yang harus dilakukan. Dari segala kegiatan tersebut, yang terpenting pelaku usaha jastip harus memiliki NPWP. Berikut hal-hal yang harus ditanggung pemilik usaha jastip:

  • Jika peredaran bruto setahun lebih dari 4,8 miliar rupiah maka pelakon usaha jastip wajib melakukan pembukuan tarif pajak progresif 5%-35% sesuai UU HPP.
  • Jika peredaran bruto setahun kurang dari 4,8 miliar rupiah, maka bisa menggunakan tarif PPh final sebesar 0,5% dari omzet.
  • Pasca penghitungan pajak terutang, Wajib Pajak harus membayar pajak tersebut lalu mengisi SPT formulir 1770 sebagai prosedur pelaporan pajak.
author avatar
Josephine Krisna

Table of Contents

Tinggalkan Balasan